FILSAFAT PRA YUNANI KUNO
2.1
Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Zaman Pra-Yunani Kuno
(Abad XV-VII
SM)
Zaman Pra
Yunani Kuno dimulai sebelum abad ke lima belas sebelum masehi kuno, yaitu
ketika manusia belum pernah mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang.
Ketika itu manusia masih menggunkan peralatan yang terbuat dari batu. Zaman
batu berkisar antara empat juta tahun sampai 20.000 tahun SM. Sisa perabadan
manusia yang ditemukan pada masa ini diantaranya sebagai berikut:
- Alat-alat dari batu
- Tulang belulang hewan
- Sisa-sisa beberapa tanaman
- Gambar-gambar di gua
- Tempat-tempat penguburan
- Tulang belulang manusia purba.
Pada zaman
ini, manusia menggunakan batu sebagai peralatan karena ditemukan alat-alat yang
bentuknya mirip satu sama lain (misalnya kapak sebagai alat pemotong dan
pembelah, tulang menyerupai jarum untuk menjahit). Hal ini menandakan bahwa
manusia sebagai makhluk berbudaya mampu berkreasi. Benda-benda yang digunakan
manusia mengalami perbaikan dan perkembangan karena manusia melakukan dan
mengalami proses trial and error. Proses ini cukup memakan waktu yang
lama dan dengan melalui proses ini manusia melakukan seleksi pada alat-alat
yang digunakan sehingga manusia menemukan alat yang dianggap lebih baik atau
lebih kuat untuk digunakan membuat peralatan tertentu yang nantinya akan
membantu mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari. Antara abad 15 SM sampai abad 6
SM manusia sudah menemukan besi, tembaga, perak untuk peralatan. Peralatan besi
pertama kali digunakan di Irak, bukan di Eropa atau Tiongkok pada abad 15 SM.
Evolusi ilmu
pengetahuan dapat dilihat melalui perkembangan pemikiran yang terjadi di
Yunani, Babilonia, Mesir, Cina, Timur Tengah (Peradaban Islam), dan Eropa. Ada
keterkaitan dan pengaruh antara perkembangan pemikiran wilayah yang satu dengan
wilayah yang lain, seperti pembuatan perunggu di Mesir pada abad 17 SM memberi
pengaruh terhadap perkembangan teknik yang diterapkan di Eropa. Namun,
peradaban yang sudah sedemikian maju itu mengalami kepunahan pada abad 20 SM,
baik karena bencana alam maupun peperangan.
Pengetahuan
yang berdasarkan know how yang dilandasi pengalaman empirik merupakan
salah satu ciri pada zaman ini. Setelah tahun 15.000 SM manusia sudah mulai
meninggalkan “tulisan” yang membicarakan sendiri peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa itu, sehingga zaman ini sudah dinamakan masa sejarah.
Data-data tertulis yang ada pada masa ini dapat dikelompokkan sebagi berikut
(Siswomihardjo dkk, 1997).
- Suatu peristiwa dituangkan dalam bentuk gambar-gambar seperti yang ditemukan di gua-gua di daerah Perancis dan Spanyol.
- Gambar-gambar itu kemudian disederhanakan dan diberi bentuk seperti yang disebut pictographic writing. Benda atau peristiwa digambarkan dalam huruf atau tanda tertentu, sehingga bersifat konkret. Misalnya: tulisan kanji dalam bahasa Jepang.
- Peningkatan tingkat yang lebih abstrak melalui suku-suku kata yang diberi tanda-tanda tertentu. Sifat atau peristiwa yang sama disebut dengan bermacam istilah, seperti: similarity, analogy dan lain-lain. Tanda untuk setiap suku kata ini disebut Hieroglif. Bukti sejarah adalah Batu Rosseta (Mesir) pada tahun 1799 oleh seorang prajurit Napoleon. Pada batu itu terdapat tiga jenis tulisan yaitu tulisan Yunani, Demotic (rakyat), Hieroglif.
- Tingkat yang paling tinggi yaitu abjad, sehingga sejumlah suku yang bunyinya berbeda-beda dan diberi tanda yang berbeda, ditemukan lagi bunyi yang sama yang kemudian diberi tanda lagi. Dalam hal ini penandaan sudah lebih kompleks.
Pada masa
ini kemampuan berhitung ditempuh dengan cara one to one correspondency
atau mapping process. Contoh cara menghitung hewan yang akan masuk
dan keluar kandang dengan kerikil. Jadi serupa halnya anak-anak yang belajar
berhitung dengan menggunakan jari-jari tangan dan kakinya. Pada masa ini
manusia sudah memperhatikan keadaan alam semesta sebagai suatu proses alam.
Lama kelamaan manusia mulai memperhatikan dan menemukan hal-hal sebagai
berikut.
- Gugusan bintang di langit sebagai suatu kesatuan. Kemudian gugusan ini diberikan nama dan sekarang merupakan nama-nama zodiak.
- Kedudukan matahari dan bulan pada waktu terbit dan tenggelam, bergerak dalam rangka zodiak tersebut
- Setelah itu dikenal pula bintang yang bergerak di antara gugusan yang sudah dikenal tadi. Sehingga ditemukan planet-planet.
- Dapat menghitung waktu bulan kembali pada bentuknya yang sama antara 28-29 hari.
- Waktu timbul dan tenggelamnya matahari di cakrawala yang berpindah-pindah dan memerlukan 365 hari sebelum kembali ke kedudukan semula.
- Saat matahari diketahui timbul tenggelam sebanyak 365 kali, bulan juga mengalami perubahan sebanyak 12 kali. Berdasarkan hal itu di temukan perhitungan kalender.
- Ditemukan beberapa gejala alam, seperti gerhana yang pada masa itu masih dihubungkan dengan mitologi-mitologi tertentu sehingga menakutkan orang banyak.
Zaman Pra
Yunani Kuno ditandai oleh 5 kemampuan sebagai berikut:
- Know how dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada pengalaman.
- Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikap receptive mind, keterangan masih dihubungkan dengan kekuatan magis.
- Kemampuan menentukan abjad dan sistem bilangan alam sudah menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi.
- Kemampuan menulis, berhitung menyusun kalender yang didasarkan atas sintesa terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
- Kemampuan meramalkan suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa sebelum yang pernah terjadi. Misalnya gerhana bulan dan matahari.
2.2
Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Zaman Yunani Kuno
(Abad VII-II
SM)
Zaman yunani
kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat karena pada masa ini orang
memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Yunani pada
masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat karena bangsa yunani pada
masa ini tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak
dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap
menerima begitu saja) melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (
sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis). Sikap tersebut merupakan
cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern.
Filsafat
Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah perabadan manusia karena
pada waktu ini pola pikir masyarakat masih mengandalkan mitos untuk menjelaskan
fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap
fenomena alam biasa, tetapi dewa bumi yang sedang mengoyangkan kepalanya.
Tetapi ketika filsafat di diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi
dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara
kausalitas. Perubahan pola pikir tersebut terlihat sederhana tetapi
implikasinya tidak sederhana karena selama ini alam ditakuti dan dijauhi
kemudian didekati bahkan dieksploitasi. Manusia yang dulunya pasif dalam
menghadapi fenomena alam menjadi lebih proaktif dan kreatif, sehingga alam
dijadikan objek penelitian dan pengkajian. Periode perkembangan filsafat yunani
merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia.
Bangsa
Yunani tampil sebagai ahli pikir terkenal sepanjang masa. Beberapa tokoh yang
yang terkenal pada masa ini antara lain Thales, Phytagoras, Sokrates,
Leucippus, Plato dan Aristoteles.
- 1. Thales (624-548 SM)
Thales
adalah filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam. Thales digelari
Bapak Filsafat karena dia adalah orang yang mula-mula berfilsafat dan
mempertanyakan “ apa sebenarnya asal usul alam semesta itu?”. Pertanyaan ini
dijawab oleh Thales dengan pendekatan rasional bukan dengan pendekatan mitos
atau kepercayaan. Menurut Thales asal alam semesta itu adalah air, karena tidak
ada kehidupan tanpa air. Air merupakan unsur penting bagi setiap makhluk hidup,
air dapat berubah menjadi benda gas, seperti uap dan benda padat seperti
es, dan bumi ini juga berada diatas air. Ada tiga alasan munculnya persoalan
tentang alam semesta ini diantaranya adalah sebagai berikut:
- Thales mempersoalkan alam semesta maka persoalan tersebut merupakan suatu pertanyaan yang terus menerus dipersoalkan, dan dipandang sebagai persoalan abadi (perennial problem), yang disebut pula sebagai pertanyaan yang signifikan (a significant question)
- Pertanyaan yang diajukan Thales menimbulksn suatu konsep pertanyaan baru, yaitu “suatu hal yang tidak begitu saja ada, melainkan terjadi dari sesuatu “. Bertitik dari hal tersebut, muncul suatu konsep tentang perkembangan, suatu evolusi atau genesis.
- Pertanyaan demikian hanya dapat timbul dalam pemikiran kalangan tertentu, bukan masyarakat awan, melainkan masyarakat intelektual yang lebih maju.
- 2. Phytagoras (580-500 SM)
Phytagoras
dikenal sebagai filsuf dan juga ahli ilmu ukur. Baginya tidak ada satupun
dialam ini terlepas dari bilangan, semua realitas dapat diukur dengan bilangan
(kuantitas).Karena itu dia berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama dari
alam.
Phytagoras
pada masa itu sudah mengatakan bahwa bumi itu bundar dan tidak datar.
Phytagoras pada masa itu juga menyusun suatu lembaga pendidikan dan himpunan
yang beranggotakan murid-muridnya dan para sarjana yang dikenal sebagai Phytagoras
Society.Hal ini mirip dengan masyarakat ilmiah seperti sekarang ini.
Phytagoras
lebih dikenal dengan penemuannya tentang ilmu ukur dan aritmatik. Adapun
beberapa temuan dari Phytagoras antara lain:
- Hukum atau dalil Phytagoras yaitu a2 + b2= c2, yang berlaku bagi setiap segitiga siku-siku dengan sisi a, sisi b, dan hypotenusa c, sedangkan jumlah sudut dari suatu segitiga siku-siku adalah 1800.
b. Semacam
teori tentang bilangan, antara lain pembagian antara bilangan genap dan
bilangan ganjil, prime numbers (bilangan yang dapat dibagi dengan angka
satu dan dengan bilangan itu sendiri) dan composite number, serta hubungan
antara kuadrat natural numbers dengan jumlah ganjil
c.
Pembentukan benda berdasarkan segitiga-segitiga, segi empat, segi lima dan
sebagainya.
d.
Hubungan antara nada dengan panjang dawai.
Pythagoras
memiliki peran sangat besar dalam pengembangan ilmu, Terutama ilmu pasti dan
ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat
tergantung pada pendekatan matematika. Dalam filsafat ilmu, matematika
merupakan sarana ilmiah yang terpenting dan akurat karena dengan pendekatan
matematikalah ilmu dapat diukur dengan benar dan akurat.
- 3. Socrates (470-399 SM)
Socrates
berpendapat bahwa ajaran dan kehidupan adalah satu dan tidak dapat dipisahkan antara
yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, dasar dari segala penelitian
dan pembahasan adalah pengujian diri sendiri. Bagi Socrates, pengetahuan yang
sangat berharga adalah pengetahuan diri sendiri. Socrates tidak pernah
meninggalkan tulisan, tetapi pemikirannya dikenal melalui dialog-dialog yang
ditulis oleh muridnya Plato. Metode Socrates dikenal sebagai Maieutike
Tekhne (ilmu kebidanan), yaitu suatu metode dialektika yang melahirkan
kebenaran.
Socrates
selalu mendatangi orang yang dia pandang memiliki otoritas keilmuan dengan
bidangnya untuk berdiskusi tentang pengertian-pengertian tertentu. Socrates
lebih mementingkan metode dialektika itu sendiri daripada hasil yang diperoleh.
Jadi meskipun Socrates tidak meninggalkan teori-teori ilmu tertentu, tetapi ia
meninggalkan sikap kritis melalui metode dialektika yang akan berkembang dalam
dunia ilmu pengetahuan modern.
- 4. Democritus (460-370 SM)
Democritus
adalah orang pertama yang memperkenalkan konsep atom maka dari itu
Democritus dikenal sebagai bapak atom pertama. Democritus menjelaskan bahwa
alam semesta tersusun atas atom-atom. Atom adalah materi terkecil yang tidak
dapat dibagi-bagi lagi. Bentuk atom itu bermacam-macam, dan benda-benda itu
terus bergerak tanpa ketentuan. Gerak itu menimbulkan benturan sehingga terjadi
pusaran-pusaran seperti gerak pusaran air.
Adapun
pemikiran Democritus tentang atom ini mengandung sifat-sifat sebagai berikut.
- Konsep materialistic-monistik, artinya atom merupakan sekadar materi yang tidak didampingi apapun karena di sekelilingnya hampa. Materi merupakan satu-satunya yang ada dan berbentuk segala-galanya.
- Konsep dinamika perkembangan, artinya segala sesuatu selalu berada dalam keadaan bergerak, sehingga berlaku prinsip dinamika.
- Konsep yang bersifat murni alamiah, artinya pergerakan atom itu bersifat intristik, primer, tanpa sebab, dan tidak dipengaruhi oleh sesuatu di luar dirinya.
- Bersifat kebetulan, artinya pergerakan itu terjadi tanpa tujuan, sehingga benturan-benturan yang terjadi tidak beraturan, dan tidak mengandung tujuan-tujuan tertentu.
- 5. Plato (427-347 SM)
Plato
bertitik tolak dari Polemik antara Parmenides dengan Heraklitos. Parmenides
menganggap bahwa realitas itu berasal dari hal satu yang tetap dan tidak
berubah, sedangkan Heraklitos tersebut bertitik tolak pada hal banyak yang
selalu berubah. Plato memadukan kedua pandangan tersebut dan menyatakan bahwa
selain hal-hal yang beraneka ragam dan yang dikuasai oleh gerak serta
perubahan-perubahan itu, sebagaimana yang diyakini oleh Heraklitos, tentu ada
yang tetap, yang tidak berubah, sebagaimana yang diyakini oleh Parmenides.
Plato menunjukan bahwa yang berubah itu dikenal oleh pengamatan, sedangkan yang
tidak berubah dikenal oleh akal. Plato berhasil menjembatani pertentangan yang
ada antara Heraklitos dan Parmenides. Hal yang tetap, yang tidak berubah, dan
yang kekal itu oleh Plato disebut ide (Harun Hadiwijono, 1988: 39-40;
Bertens, 1989: 14). Plato merupakan murid dari Scorates dan pada waktu ini
disebut Zaman keemasan filsafat Yunani karena pada zaman ini kajian-kajian yang
muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan fisafat tentang manusia.
Pemikiran
metafisika Plato terarah pada pembahasan mengenai being (hal ada) dan becoming
(menjadi). Plato adalah filsuf yang pertama kali membangkitkan persoalan being
dan mempertentangkannya dengan becoming. Plato menemukan bahwa becoming,
yakni dunia yang berubah, tidak memadai sebagai objek pengetahuan karena bagi
Plato setiap bentuk pengetahuan bersesuaian dengan suatu jenis objek. Plato memikirkan
pengetahuan asli (genuine knowledge), yaitu suatu jenis pengetahuan yang
tidak berubah sehingga objeknya harus sesuatu yang tidak dapat berubah. Plato
yakin bahwa pengetahuan yang asli itu harus diarahkan pada being. Being
bagi Plato dibentuk oleh dunia yang merupakan pola-pola dari segala sesuatu
yang dapat diinderawi, sedangkan ide-ide itu secara kodrati bersifat kekal dan
abadi. Alasan Plato membedakan being dan becoming adalah sebagai cara untuk
mencari dasar kebenaran pengetahuan. Tiap pemahaman akan sesuatu melibatkan
proses latihan pendidikan yang panjang bagi ketajaman mental, yang hanya dapat
dicapai melalui disiplin. Bidang form merupakan kualitas universal dari hal-hal
yang dapat diindrawi.
Tujuan utama
filsafat menurut Plato adalah penyelidikan pada entitas, seperti apa yang
dimaksudkan dengan keadilan, kecantikan, cinta, hasrat, kesamaan, dan kesatuan
(White, 1987: 14).
Plato yang
mengangkat problem the one dan the many melihat bahwa kedua hal ini,
kesatuan dan keanekaragaman, terpisah menjadi dua dunia, yakni dunia ide dan
dunia bayangan. Dunia real dengan kejamakan atau keaneka ragaman hanya
merupakan dunia bayangan, sedangkan yang benar-benar ada dan menjamin kesatuan
adalah dunia ide. Dunia ide tersusun secara hirarkhis di bawah pimpinan ide
utama, yaitu ide kebaikan (Bakker. 1992: 33).
Plato juga
memperhatikan ilmu pasti sebagai peninggalan Phytagoras sebab ada hubungan yang
erat antara kepastian matematis dengan kesempurnaan ide. Keterikatan Plato pada
kesempurnaan ide dan kepastian matematika membuatnya lebih memusatkan pikiran
pada cara berpikir (aspek metodis) daripada yang dapat dialami atau yang dapat
ditangkap oleh indera. Oleh karena itu, Plato dikatakan sebagai seorang
eksponen rasionalisme manakala ia hendak menerangkan sesuatu. Akan tetapi ia
juga seorang eksponen idealisme ketika menerangkan bidang nilai (aksiologis).
- 6. Aristoteles (384-322 SM)
Puncak
kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles. Aristoteles adalah
murid Plato, seorang filosof yang berhasil menemukan pemecahan
persoalan-persolan besar filsafat yang dipersatukan dalam satu sistem yaitu
logika, matematika, fisika, dan metafisika. Ia meneruskan sekaligus menolak
pandangan Plato. Ajaran Aristoteles paling tidak dapat diklasifikasi ke dalam
tiga bidang, yaitu metafisika, logika, dan biologi.
- a. Metafisika
Pandangan
Aristoteles tentang metafisika berbeda dengan pandangan Plato. Ia menolak
pandangan Plato tentang ide-ide. Aristoteles lebih mendasarkan filsafatnya pada
realitas itu sendiri. Kenyataan bagi Aristoteles adalah hal konkret. Ide umum,
seperti manusia, pohon, dan lain-lain, seperti yang dikatakan Plato, tidak
terdapat dalam kenyataan konkret (Bertens, 1989: 14). Aristoteles mengatakan
bahwa hal terpenting dalam pengetahuan objektif adalah menemukan penjelasan
tentang sebab dan asal mula atau prinsip pertama dari segala sesuatu (White,
1987: 31). Aristoteles membahas metafisika, istilah metafisika itu sendiri baru
diperkenalkan oleh Andronikus ketika mengelompokan ajaran-ajaran Aristoteles,
sebagai filsafat pertama dan menganggapnya sebagai prinsip pertama yang
mendasari tugas ilmiah. Aristoteles ingin mengetahui jika semua hal ada dapat
dipertimbangkan, maka bukannya dalam berbagai segi kasus atau ilmiah, melainkan
ada dalam pengertian umum. Konsep self evidence di dalam filsafat
Aristoteles merupakan butir penting dalam pemahaman filsafat dan fungsi
metafisik. Apabila pada ajaran Plato pemahaman atas Forms, maka dalam
filsafat Aristoteles diarahkan pada kemampuan untuk menyusun batas-batas
penelitian dan menyelidiki suatu titik penyelesaian. Self Evidence merupakan
penjelasan atas materi tertentu yang tidak dicari pada sesuatu yang lain,
tetapi dapat ditemukan hanya di dalam pemikiran itu sendiri. Pembuktian dicari
pada sesuatu yang terkandung di dalam hal itu sendiri.
- b. Logika
Aristoteles
menyusun buku tentang logika untuk menjelaskan cara menarik kesimpulan secara
valid. Logika Aristoteles didasarkan pada susunan pikir. Pada dasarnya
silogisme itu terdiri dari tiga pernyataan, yaitu premis mayor sebagai
pernyataan pertama yang mengemukakan hal umum yang telah diakui kebenarannya, premis
minor sebagai pernyataan kedua yang bersifat khusus dan lebih kecil
lingkupnya daripada premis mayor, dan kesimpulan atau konklusi yang ditarik
berdasarkan premis tersebut. Dengan demikian silogisme merupakan suatu bentuk
jalan pemikiran yang bersifat deduktif yang kebenarannya bersifat pasti.
Dengan
menyusun logika, Aristoteles telah memulai usaha yang sangat penting dalam ilmu
pengetahuan, yaitu sebagai sarana berpikir yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara umum.
- c. Biologi
Aristoteles
hanya dikenal sebagai filsuf, tetapi ia juga adalah seorang ilmuan kenamaan
pada zamannya. Salah satu bidang ilmu yang banyak mendapat perhatiannya adalah
biologi. Dalam embriologi, ia melakukan pengamatan (observasi) perkembangan
telur ayam sampai terbentuknya kepala ayam. Ia juga melakukan pemeriksaan
anatomi badan hewan, dan lain sebagainya. Aristoteles mementingkan aspek
pengamatan sebagai suatu sarana untuk membuktikan kebenaran suatu hal, terutama
dalam ilmu-ilmu empirik.
Aristoteles
yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoritis dan praktis. Yang
teoritis mencangkup logika, metafisika, dan fisika, sedangkan yang praktis
mencangkup etika, ekonomi, dan politik. Pembagian ilmu inilah yang menjadi
pedoman juga bagi klasifikasi ilmu dikemudian hari. Aristoteles dianggap
sebagai bapak ilmu karena dia mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah
secara sistematis.
Filsafat
Yunani yang rasional itu boleh dikatakan berakhir setelah Aristoteles
menuangkan pemikirannya. Akan tetapi sifat rasional itu masih digunakan selama
berabad-abad sesudahnya sampai sebelum filsafat benar-benar memasuki dan
tenggelam dalam Abad Pertengahan. Namun jelas, setelah periode ketiga filosof
besar itu mutu fisafat semakin merosot. Kemunduran filsafat itu sejalan dengan
kemunduran politik ketika itu, yaitu sejalan dengan terpecahnya kerajaan
Macedonia menjadi pecahan-pecahan kecil setelah wafatnya Alexsander The Great.
Tepatnya pada ujung zaman Helenisme, yaitu pada ujung sebelum masehi menjelang
Neo Platonisme, filsafat benar-benar mengalami kemunduran.
2.3
Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Zaman Patristik
Asal muasal
zaman patristik berasal dari suatu kelompok yang disebut patrisme.
Dimana patrisme sendiri berasal dari bahasa latin yakni pater yang
artinya “Bapak Gereja”. Maka disebut patrisme karena adanya sekumpulan
pendeta-pendeta atau dengan kata lain pujangga-pujangga Kristen. Secara
kronologis masih termasuk ke masa kuno, tetapi dari sudut perkembangan secara
filsafat mereka dipandang sebagai masa peralihan menuju pemikiran abad
pertengahan.
Pada zaman
patristik ditandai oleh Bapak-bapak Gereja (patristik) yang dimulai dengan
tampilnya apologetdan para pengarang gereja. Para Apologet memiliki tugas utama
menjawab berbagai persoalan mengenai ajaran-ajaran iman gereja terhadap
berbagai ajaran atau paham-paham filosofis yang mengancam ajaran keimanan yang
benar. Para pengarang gereja adalah orang-orang yang menulis buku dan
karangan-karangan tentang berbagai ajaran gereja secara menyeluruh dan mendalam
dibandingkan dengan tulisan-tulisan sebelumnya. Mereka-mereka itu adalah
Clemens dari Alexandria (150-219 M) dan Origenes (185-254 M). Athanasius,
Gregorius dan Naziaza, Basilius, Gregorius dari Nyssa adalah para pujangga
gereja dari tradisi Yunani dan menggunakan Bahasa Yunani, sedangkan Ambrosius
dan Agustinus termasuk dalam tradisi Latin yang menggunakan bahasa Latin.
Ajaran-ajaran mereka, terutama ajaran Agustinus, berkembang sangat luas dan
sangat berpengaruh dalam diri para filsuf abad pertengahan. Masa Agustinus
(354-430 M) sampai 1000 M dikenal dalam sejarah filsafat sebagai periode
transisi.
Tokoh-Tokoh
Filsafat Pada Zaman Patristik dan Peranannya
1.
Augustinus (354-430 M)
Augustinus
mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah filsafat. Augustinus memberikan
formulasi yang sistematis tentang Filsafat Kristen, suatu filsafat yang dominan
terhadap Khatolik dan Protestan. Augustinus lahir di Tagasta, Numidia (sekarang
Algeria). Pada 13 Nopember 354 M. Pada saat berumur sebelas tahun ia dikirim
kesekolah Madaurus. Lingkungan telah mempengaruhi perkembangan moral dan
agamanya. Tahun 369-370 M dihabiskannya dirumah sebagai penganggur, tetapi
suatu bacaan tentang Cicero pada bukunya Hortensius, telah membimbingnya
kefilsafat.
Pada Tahun
388 M ia mengabdikan seluruh dirinya kepada Tuhan dan melayani
pengikut-pengikutnya. Pada tahun 395-396 M ia dinobatkan menjadi seorang Uskup
di Hippo. Tahun terakhir hidupnya adalah tahun-tahun peperangan bagi imperium
Romawi. Pada bulan 28 Agustus 430, ia meninggal dunia dalam kesucian dan
kemiskinan yang memang sudah lama dijalaninya. Filsafatnya tentang sejarah
berpengaruh terhadap gerakan-gerakan agama dan pada pemikiran sekuler. Dalam
pertarungan berbagai ideologi politik sekarang, ada kesamaan dalam keabsolutan,
dalam dogmatisme, dan juga dalam fanatisme. Paham Toesentris pada Augustinus
menghasilkan suatu revolusi dalam pemikiran orang Barat. Anggapannya yang
meremehkan kepentingan duniawi, kebenciannya terhadap teori-teori kealaman,
imannya kepada Tuhan tetap merupakan bagaian peradaban modern. Sejak zaman
Augustinuslah orang Barat lebih memiliki sifat introspektif.
Karya
Augustinus yang paling berpengaruh adalah The City of God. Karya itu muncul
disebabkan oleh adanya perampasan Roma oleh pasukan Alarik. Kejadian ini
memiliki konsekuensi yang besar. Banyak orang Roma menganggap bahwa perampasan
itu terjadi karena ketidak patuhan orang-orang Roma kepada Dewa-dewa lama dan
penerimaan mereka terhadap agama Kristen. Mereka juga ragu apakah tidak salah
pilih dengan agama Kristen. Karena banyak yang memilih agama Kristen kemudian
melakukan praktek kafir, sebagian lain menjadi orang yang ragu karena merasa
Tuhan yang mereka sembah tidak mempunyai kekuatan atas alam semesta ini. Untuk
menjawab masalah itu Augustinus menulis The City of God. Buku itu berisi tidak
hanya penolakan atas keraguan yang tersebar ketika itu, tetapi juga
mengetengahkan suatu sejarah filsafat yang sistematis yang menarik perhatian
orang-orang pada abad kedua puluh.
Augustinus
tidak mempercayai bahwa sejarah adalah suatu siklus sejarah lebih dari itu,
sejarah merupakan kejadian yang diatur oleh Tuhan. Jadi sebenarnya sejarah juga
mempunyai suatu permulaan dan suatu akhir. Permualaannya adalah saat kejatuhan
manusia, dan akhirnya adalah kemenangan Tuhan mengatasi kejahatan. Filsafat
sejarah seperti ini adalah Filsafat Sejarah yang dibimbing oleh Teologi.
Sejarah tidak dapat dijelaskan dengan memperhitungkan faktor-faktor ekonomi,
sosial, politik tetapi sejarah dapat dipahami melalui hukum.
2.
Anselmus
Seluruh
kehidupan Ansemus penuhi oleh kepatuhannya kepada Gereja. Tahun 1093 ia menjadi
Uskup Agung Canterbury. Dalam dirinya mengalir arus Mistisisme, dan iman
merupakan masalah utama baginya. Ada tiga karyanya yaitu Monologium yang
membicarakan keadaan Tuhan, Proslogium yang berisi tentang dalil-dalil adanya
Tuhan, dan Cur Deus Homo yang berisi ajarannya tentang tobat dan petunjuk
mengenai penyelamatan melalui Kristus.
Credo Ut
Intelligam menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada akal. Arti
ungkapan itu adalah percaya baru mengerti secara lebih sederhana percayalah
telebih dahulu supaya mengerti. Ia mengatakan bahwa wahyu diterima terlebih
dahulu sebelum kita mulai berfikir. Jadi akal hanyalah sebagai pembantu wahyu.
Pengaruh Plato besar terhadap pemikirannya.
Ia
berpendapat semua makhluk memiliki sejumlah kebaikan itu menunjukkan adanya
kebaikan maha tinggi yang disana semua makhluk berpartisipasi. Tuhan itu
kebesarannya tidak terpikirkan (kebesarannya Maha Besar). Itu tidak mungkin
hanya ada dalam pikiran. Ia juga ada dalam kenyataan (jadi benar-benar diluar
pikiran). Tuhan Maha Besar ada dalam pikiran dan ada juga diluar pikiran.
Secara kasar argument ini mengajarkan bahwa apa yang dipikirkan, berarti objek
ini benar-benar ada tidak mungkin ada sesuatu yang hanya ada didalam pikiran,
tetapi diluar pikiran objek itu tidak ada.
3.
Thomas Aquinas
Thomas
Aquinas lahir di Roccasecca, Italia, pada tahun 1225 dari keluarga Bangsawan.
Melalui Gurunya, Albertinus Magnus, Aquinas belajar tentang alam. Menurut
pendapatnya, semua objek yang tidak dapat diindera tidak akan dapat diketahui
secara pasti oleh akal. Oleh karena itu, kebenaran ajaran Tuhan tidak mungkin
dapat diketahui dan diukur dengan akal. Pengetahuan yang diterima atas dasar
iman tidaklah lebih rendah daripada pengetahuan yang diperoleh dengan akal.
Paling tidak, kebenaran yang diterima oleh akal tidak akan bertentangan dengan
ajaran wahyu.
Aquinas juga
mengajarkan seharusnya kita menyeimbangkan akal dan iman, akal membantu
membangun dasar-dasar filsafat Kristen. Akan tetapi, harus selalu disadari
bahwa hal itu tidak selalu dapat dilakukan karena terbatas. Akal tidak
dapat memberikan penjelasan tentang kehidupan kembali (resurrection) dan
penebusan dosa. Akal juga tidak mampu membuktikan kenyataan esensisal tentang
keimanan Kristen. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa dogma-dogma Kristen itu
tepat sebagaimana telah disebutkan dalam firman-firman Tuhan.
Aquinas
membagi pengetahuan menjadi tiga bagian, pengetahuan Fisika, Matematika, dan
Metafisika. Dari yang tiga Metafisika inilah yang mendapat banyak perhatian
darinya. Menurut pendapatnya dapat menyajikan abstraksi tingkat tertinggi.
Filsafat ditentukan oleh penjelasan sistematis aklak, sedangkan agama ditentukan
oleh keimanan. Sekalipun demikian, perbedaan itu tidak terlihat begitu jelas
karena pengetahuan adalah gabungan dari kedua-duanya. Agama dapat pula dibagi
menjadi dua. Yang pertama adalah agama natural yang dibentangkan di atas akal,
dan yang kedua adalah agama wahyu yang dibentangkan di atas iman.
Aquinas
tidak sependapat dengan Plato yang mengajarkan bahwa alam semesta ini mempunyai
eksistensi yang objektif. Ia mengajarkan bahwa alam semesta ini berada dalam
tiga cara: pertama sebagai sebab-sebab didalam pemikiran Tuhan, kedua sebagai
ide dalam pemikiran manusia, dan ketiga sebagai esensi sesuatu. Aquinas
berpendapat pikiran tidak akan berisi apa-apa apabila tidak menggunakan indera.
Proses pengetahuan dimulai dari adanya pengindraan yang memberikan kepada kita
presepsi tentang objek di dalam alam. Persoalan yang dihadapkan kepada Aquinas
adalah bagaimana presepsi ini diterjemahkan ke dalam idea-idea yang dapat
dipikirkan. Untuk menyelesaikan masalah ini Aquinas menggunakan istilah intelek
aktif yang bertugas mengabstraksikan unsur-unsur dalam alam semesta lalu
menciptakan jenis-jenis yang dapat dipikirkan. Intelek aktif itulah yang
memberikan kepada kita keadaan susunan alam semesta. Melalui intelek aktif itu
kita dapat memahami prinsip-prinsip pertama yang mengatur semua kenyataan.
2.4
Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Zaman
Abad Pertengahan
Zaman
pertengahan (Middle Age) ditandai dengan tampilnya para theology di
lapangan ilmu pengetahuan. Para ilmuan pada masa ini hampir semua adalah para
theology sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung
kebenaran agama. Semboyan yang berlaku pada masa ini adalah Ancilla
Theologia yang berarti abdi agama. Namun, banyak pula temuan dalam
bidang ilmu yang terjadi pada masa ini.
Filsafat
abad pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang berbeda sekali dengan
pemikiran dunia kuno. Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang
baru di tengah-tengah suatu perkumpulan bangsa yang baru, yaitu bangsa Eropa
Barat. Filsafat yang baru ini disebut Skolastik. Abad pertengahan selalu
dibahas sebagai zaman yang khas akan pemikiran Eropa yang berkembang pada abad
tersebut dan menjadikan suatu kendala yang disesuaikan dengan ajaran agama.
Dalam agama Kristen, pada abad pertengahan tentu saja ada kecerdasan logis yang
mendukung iman religius. Namun iman tidak sama sekali disamakan dengan
mistisisme.
Perkembangan
ilmu pengetahuan pada masa ini, misalnya pada peradaban dunia Islam, terutama
pada zaman Bani Umayyah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi pada
abad VII Masehi, 8 abad sebelum Galileo Galilei dan Coppernicus. Sedangkan
kebudayaan Islam yang menaklukkan Persia pada abad VIII Masehi telah mendirikan
sekolah Kedokteran dan Astronomi di Jundishapur. Pada zaman keemasan kebudayaan
Islam dilakukan penerjemahan berbagai karya Yunani. Bahkan Khalifah Al-Makmun
telah mendirikan Rumah Kebijaksanaan (House of Wisdom) pada abad IX
Masehi. Ali Kettani (dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2003)
menengarai adanya lima ciri yang menandai kemajuan pada masa pertengahan, yaitu
:
- Universalism (Universalisme)
- Tolerance (Toleransi)
- International Character of The Market (Pasar yang Bertaraf Internasional)
- Respect of Science and Scientist (Penghargaan Terhadap Ilmu dan Ilmuwan)
- The Islamic Nature of Both The Ends and Means of Science (Tujuan dan Sarana Ilmu yang Bersifat Islami)
Al-Khawarizmi
menyusun buku Aljabar pada tahu 825 M. Kemudian menjadi buku standar beberapa
abad lamanya di Eropa. Ia juga menulis buku tentang perhitungan biasa (Arithmetics)
yang menjadi pembuka jalan penggunaan cara desimal di Eropa untuk menggantikan
tulisan Romawi.
Omar Khayan
(1043-1132 M), seorang penyair, ahli perbintangan dan ahli matematika telah
menemukan pemecahan persamaan pangkat tiga. Namun pemecahannya berdasarkan
planemetri dan potongan-potongan kerucut. Ia juga menemukan soal matematika
yang belum terpecahkan sampai sekarang yaitu bilangan A3 ditambah B3
tidak mungkin sama dengan bilangan C3.
Sekitar
tahun 600-700 M obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di peradaban dunia Islam.
Dalam dunia kedokteran muncul nama-nama terkenal seperti Al-Razi (850-923 M)
dan Ibnu Sina. Rhazas mengarang suatu Ensiklopedia Ilmu Kedokteran dengan judul
Continens, Ibnu Sina telah menulis buku-buku kedokteran (Al-Qanun) yang menjadi
buku standar dalam ilmu kedokteran di Eropa. Abu’l Qasim menulis ensiklopedi
kedokteran, yang antara lain menelaah ilmu bedah, serta peralatan yang dipakai
pada masa itu. Ibnu Rushd (1126-1198) seorang ahli kedokteran yang
menerjemahkan dan mengomentari karya-karya Aristoteles. Al Idris (1100-1166)
telah membuat 70 peta dari daerah yang dikenal pada masa itu untuk disampaikan
kepada Raja Roger II dari kerajaan Sicilia. Pada zaman itu bangsa Arab juga
menjadi pemimpin di bidang ilmu alam. Istilah zenith, nadir dan azimuth
membuktikan hal itu. Angka yang masih dipakai sampai sekarang yang berasal dari
India, telah dimasukkan ke Eropa oleh bangsa Arab.
Sumbangan
sarjana Islam dapat diklasifikasikan dalam tiga bidang yaitu:
- Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskannya sedemikian rupa sehingga dapat dikenal dunia Barat seperti sekarang ini.
- Memperluas pengamatan dalam lapangan Ilmu Kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia, ilmu bumi, dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
- Menegaskan sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.
Perhubungan
antara Timur dan Barat selama Perang Sabil sangat penting untuk perkembangan
kebudayaan Eropa karena pada waktu ekspansi bangsa Arab telah mengambil alih
kebudayaan Byzantium, Persia, dan Spanyol sehingga tingkat kebudayaan Islam
jauh lebih tinggi daripada kebudayaan Eropa (Brouwer, 1982 :41). Universitas
Bagdad, Damsyik, Beirut dan Kairo menyimpan dan meneruskan Filsafat Yunani dari
orang Arab. Hal itu disebabkan bangsa Arab telah menterjemahkan karya-karya
filsuf termashur, seperti Plato, Hippokrates, dan Aristoteles.
Sekitar abad
XIV pada zaman Dinasti Yuan (1260-1368) pengaruh Islam di Cina ditandai oleh
seorang peneliti pertama bidang astronomi yang mendirikan observatorium yaitu
Jamal Al-Din. Arsitek kenamaan Islam, Ikhtiar Al-Din yang merancang pembangunan
istana raja di laut utara Beijing.
PERKEMBANGAN
ILMU PENGETAHUAN PADA MASA YUNANI KUNO
Perkembangan
ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara mendadak,
melainkan terjadi secara bertahap. Oleh karena itu, untuk memahami sejarah
perkembangan ilmu kita harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara
periodik, karena secara periodik menampilkan ciri khas tertentu dalam
perkembangan ilmu pengetahuan.
Oleh karena
itu, periodesasi perkembangan ilmu yang disusun mulai dari peradaban Yunani
kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer. Sehubungan
dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, penyusun mencoba mengkaji tentang
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Yunani kuno yang kami ambil dari
beberapa referensi yang ada.
DEFINISI DAN
KARAKTERISTIK PEMIKIRAN PADA MASA YUNANI KUNO
Sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berangkat dari tradisi pemikiran
para filsafat barat berawal dari abad ke 7 SM yang ditandai dengan runtuhnya
mite dan dongeng yang selama ini dipercaya menjadi referensi pengetahuan
manusia. Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena
pada masa ini orang memiliki kebebasan mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya.
Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima
begitu saja, melainkan menumbuhkan sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara
kritis. Sikap kritis inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli
pikir-ahli pikir terkenal sepanjang masa. Pada masa ini Filsafat lebih bercorak
“kosmosentris”, artinya para filsuf pada waktu itu mengarahkan perhatian mereka
terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan asal mula terjadinya alam
semesta. Mereka berupaya mencari jawaban tentang prinsip pertama (arkhe) dari
alam semesta, oleh karena itu mereka lebih dikenal dengan julukan
“Filsuf-Filsuf Alam”.
Filsafat
Yunani adalah sebuah filsafat rasional pertama yang pernah ada dalam sejarah
kehidupan manusia. Pada abad ini mungkin kita kenal yang namanya Thales, inilah
orang pertama yang mengajukan pertanyaan yang sangat mendasar tentang kosmos,
What is the nature of the world stuff ? dan dia menjawab Water. Pertanyaan ini
sangat mendasar sekali, karena pertanyaan dan jawabannya itu menggunakan akal,
tidak menggunakan agama atau kepercayaan lainnya. Alasannya ialah karena air
penting bagi kehidupan. Disinilah akal mulai digunakan dan lepas dari keyakinan
atau kepercayaan. Pada tahap permulaan, yaitu pada Thales dan pemikir-pemikir
lainnya akal mulai menonjol dominasinya meskipun iman juga masih memainkan perannya.
Dalam
sejarah Yunani, dapat dikatakan bahwa filsafat pada abad ini adalah di dominasi
oleh akal “rasio”. Hal ini terbukti pada zaman sofis. Pada zaman ini akal dapat
dikatakan menang mutlak. Manusia adalah ukuran kebenaran dan semua kebenaran
bersifat relatif, yang merupakan ciri filsafat sofisme. Jika semua kebenaran
relatif, maka yang terjadi adalah kekacauan kebenaran. Akibat selanjutnya
adalah teori sains diragukan, semua kepercayaan dan akidah keagamaan dicurigai
sehingga manusia pada waktu itu hidup tanpa pegangan. Dan lebih parah lagi pada
zaman ini ditambahi oleh pembela-pembela kebenaran, yaitu kaum sofis. Mereka
mengajar, menjadi guru terutama bagi pemuda yang belajar filsafat, mereka
menjadi filosof dan menjadi hakim. Terlepas dari itu dapat kita pahami bahwa
pemikiran pada abad ini, terutama pemikiran sofis yang menganggap bahwa
kebenaran itu relatif. Pemikiran inilah yang menjadi penyebab kekacauan dan
menggoyahkan keyakinan Agama. Dari sinilah muncul seorang tokoh yang hendak
menyelamatkan pemikiran-pemikiran orang Yunani. Dialah Socrates, orang pertama
yang ingin menyelamatkan pemikiran Yunani dari relativisme. Metode yang
digunakan oleh Socrates hampir sama dengan orang-orang sofis. Dia berkata bahwa
tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran yang sifatnya objektif atau
kebenaran umum yang dapat diterima oleh semua orang. Akan tetapi pemikiran
Scrates harus rela dibayar dengan nyawa yang ia milki, dengan dipaksa minum
racun. Masa Yunani Kuno. Pada tahap awal kelahirannya filsafat menampakkan diri
sebagi suatu bentuk mitologi, serta dongeng-dongeng yang dipercayai oleh Bangsa
Yunani, baru sesudah Thales (624-548 S.M) mengemukakan pertanyaan aneh pada
waktu itu, filsafat berubah menjadi suatu bentuk pemikiran rasional (logos).
Pertanyaan Thales yang menggambarkan rasa keingintahuan bukanlah pertanyaan
biasa seperti apa rasa kopi ?, atau pada tahun keberapa tanaman kopi berbuah ?,
pertanyaan Thales yang merupakan pertanyaan filsafat, karena mempunyai bobot
yang dalam sesuatu yang ultimate (bermakna dalam) yang mempertanyakan tentang
Apa sebenarnya bahan alam semesta ini (What is the nature of the world stuff
?), atas pertanyaan ini indra tidak bisa menjawabnya, sains juga terdiam, namun
Filsuf berusaha menjawabnya. Thales menjawab Air (Water is the basic principle
of the universe), dalam pandangan Thales air merupakan prinsip dasar alam
semesta, karena air dapat berubah menjadi berbagai wujud. Kemudian silih
berganti Filsuf memberikan jawaban terhadap bahan dasar (Arche) dari semesta raya
ini dengan argumentasinya masing-masing. Anaximandros (610-540 S.M) mengatakan
Arche is to Apeiron, Apeiron adalah sesuatu yang paling awal dan abadi,
Pythagoras (580-500 S.M) menyatakan bahwa hakekat alam semesta adalah bilangan,
Demokritos (460-370 S.M) berpendapat hakekat alam semesta adalah Atom,
Anaximenes (585-528 S.M) menyatakan udara, dan Herakleitos (544-484 S.M)
menjawab asal hakekat alam semesta adalah api, dia berpendapat bahwa di dunia
ini tak ada yang tetap, semuanya mengalir . Variasi jawaban yang dikemukakan
para filsuf menandai dinamika pemikiran yang mencoba mendobrak dominasi
mitologi, mereka mulai secara intens memikirkan tentang Alam/Dunia, sehingga
sering dijuluki sebagai Philosopher atau akhli tentang Filsafat Alam (Natural
Philosopher), yang dalam perkembangan selanjutnya melahirkan Ilmu-ilmu
kealaman. Pada perkembangan selanjutnya, disamping pemikiran tentang Alam, para
akhli fikir Yunani pun banyak yang berupaya memikirkan tentang hidup kita
(manusia) di Dunia. Dari titik tolak ini lahir lah Filsafat moral (atau
filsafat sosial) yang pada tahapan berikutnya mendorong lahirnya Ilmu-ilmu
sosial. Diantara filsuf terkenal yang banyak mencurahkan perhatiannya pada
kehidupan manusia adalah Socrates (470-399 S.M), dia sangat menentang ajaran
kaum Sofis
TOKOH ATAU
FILOSUF YANG HIDUP PADA MASA YUNANI KUNO
Pertentangan
atau kerjasama antara akal dan hati itulah pada dasarnya isi sejarah filsafat.
Yang dimaksud dengan akal adalah akal logis yang terdapat dikepala, sedangkan
hati adalah rasa yang bertempat di dalam dada. Akal akan menghasilkan
pengetahuan logis yang disebut filsafat, sedangkan hati pada dasarnya
menghasilkan pengetahuan supralogis yang disebut pengetahuan mistik, seperti
iman.Pada zaman Yunani kuno, secara akal menang, dan hal itu dihentikan oleh
Socrates , sehingga akal dan hati sama-sama menang.
1.THALES
Thales lahir
di Miletus pada tahun 625-546 SM.Ia diberi gelar sebagai bapak filsafat ,karena
Ia adalah orang yang mula-mulaberfilsafat.Gelar itu diberikan kepada Thales
,karena ia mengajukan pertanyaan tentang “Apa sebenarnya bahan alam semesta
ini?’ (Mayer,1950 : 18 ) , padahal pertanyaan ini amatlah mendasar, dari
pertanyaan ini saja ia dapat mengangkat namanya menjadi filosof pertama.
2.
ANAXIMANDER
Anaximander
menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal dan ada dengan
sendirinya ( Mayer,1950 : 19 ).Anaximenes mengatakan itu udara.Udara merupakan
sumber segala kehidupan, demikian alasannya. Pembicaraan ketiga filosof ini
saja telah memperlihatkan bahwa di dalam filsafat terdapat lebih dari satu
kebenaran tentang satu persoalan. Sebabnya ialah bukti kebenaran teori dalam
filsafat terletak pada logis atau tidaknya argumen yang digunakan, bukan
terletak pada kongklusi. Disini sudah kelihatan bibit ralativisme yang kelak dikembangkan
dalam filasafat sofisme.
3.
HERACLITUS
Heraclitus
yang hidup pada sekitar th 500an SM. Di yang mengagetkan manusia awam brang
kali peryama kali di lontarkan tatkala ia berkata bahwa seungguhnyua yang
sunggun H2 ada ,yang hakikat ,ialah gerak dan perubahan dan paham relatifisme
semakin mempunyai dasar setelah Heraclitus menyatakan engkau tidak dapat terjun
ke sungai yang sama dua kali karena air sungai iu selalu mengalir. Menurut
heraclitus alam semesta ini dala keadaan berubah, suatu yang dingin berubah
menjadi panas, yang panas berubah menjadi dingin. itu berarati bila kita
memahami kehidupan kosmos, kita mesti menyadari bahwa kosmos itu dinamis kosmos
tidak pernah berhenti ia selalu bergerak dan bergerak berarti berubah, gerak
itu menghasilkan perlawanan 2 itulah semesta ini bukan bahan (stuff)-nya
seperti yang dipertanyakasn “semua mengalir” berarti semua berubah bukanlah
pernyataan yang mengandung sederhana. implikasi pernyataan ini amat hebat
hebat. Pernyataan itu mengandung penertian bahwa kebenaran itu selalu berubah,
tidak tetap .
4.PARMANIDES
Parmanides
yang lahir pada kira2 tahun 450 SM. parmanides adalah salah seorang tokoh
relatifisme yang penting, ia dikatakan sebagai logikawan pertama dalam sejarah
filsafat, bahkan apat disebut filosof pertama dalam pengertian modern.
Sistemny6a secara keseluruhan pada deduksi logis. parmanides dalam menggunakan
metode intuisi. Ia sangat dihargai oleh filosof filosof lainnya. Karena plato
amat menghargai metode parmanides itu, dan plato lebih banyak mengambil dari
parmanides dibandingkan dengan filosof lain pendahulunya. Dalam the way of
truth parmanides bertanya: apa setandar kebenaran, dan apa ukuran realitas ?
Bagaimana itu dapat di pahami ? dan ia mendapat jawaban ukuranya adalah logika
yang konsisten. dalam contoh berikut ada tiga cara berfikir tentang tuhan :
1. Ada 2.
tidak ada 3. ada dan tidak ada Tapi yang benar itu ada: – tidak mungkin
meyakini yang tidak ada - sebagian ada karena yang tidak ada pastilah tidak ada
- tidak mungkin tuhan itu ada dan sekaligus tidak ada, Jadi benar tidaknya
suatu pendapat diukur dengan logika, disinilah masalah muncul bentuk extrim
perntyataan itu ialah bahwa ukuran kebenaran adalah akal manusia.
5.ZENO
Zeno lahir
pada tahun 490 SM, ia dapat merelatifkan kebenaran yang telah mapan.
Orang-orang sofis tidak disenangi para filosof karena sifat mereka di tentang
oleh Socrates dan Plato. Pada kata “sofis”terkandung arti tipuan, hipkret dan
sains, mereka orang-orang yang menjual kebijakan untuk mendapat materi.Mereka itu
ingin populer dengan ide-idenya tanpa memperlihatkan sesuatu yang orisinil.
Dalam moral mereka dikatakan menganut moral yang relatif.Pendek kata
orang-orang sofis tidak ada generalisasi. Dengan kata lain,tidak ada kebenaran
umum atau semu kebenaran itu relatif. Salah satu sebab kaum filosof menentang
mereka mati-matian adalah mereka sangat populer di Athena, mendengarkan
ocehannya, dan menerimanya sebagai tidak mungkin salah dianggap sebagai wahyu
oleh murid-muridnya. Sebagian orang-orang filosof menentang orang-orang sofis
karena mereka mau menerima uang dari ajaran mereka. Plato memandang uang yang
didapat bisa merendahkan derajat filsafat. Kebanyakan dari kelas rendah
dimasyarakat, filosof mendatakan bahwa filsafat untuk di senangi, bukan untuk
alat mencari uang.
6.PROTAGORAS
Sebagai
salah satu tokoh sofis ia menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran (
Mayer,1950 : 84 ), dan kebenaran itu bersifat pribadi ( private ). Akibatnya
ialah tidak akan ada ukuran yang absolute dalam etika, metafisika, maupun
agama. Bahkan teori matematika juga di anggap tidak mempunyai kebenaran yang
absolute.
7.GORGIAS
Pada tahun
427 SM Gogias datang dari Leontini ke Athena.Beliau mengemukakan tiga
proposisi, yaitu tidak ada yang ada,yakni realitas itu sebenarnya tidak ada.
Sedangkan Zeno pernah menyimpulkan bahwa hasil pemikiran itu selalu tiba
padaparadoks.Dan sesungguhnya realitas itu tunggal dan banyak,terbatas dan
tidak terbatas,dicipta dan tak dicipta.Karena kontradiksi tidak dapat diterima
( rumus ketiga parmanides = ada dan tidak ada ), maka menurut Gorgias,
pemikiran lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realitas. Bila sesuatu
itu ada, ia tidak akan dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu
tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal menurut Gorgias,
tidak juga mampu meyakinkan kita tentang bahan alam semesta ini,karena kita
telah dikungkum oleh dilema subyektif. Sekalipun realitas itu dapat kita
ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Itu menunjukan
kurangnya bahasa untuk mengkomunikasikan pengetahuan kita.Semantik modern
mengatakan bahwa kata-kata tidak mempunyai pengertian absolut, kata-kata hanya
mempunyai pengertian yang relative. Dalam penggambaran Plato pada Thrasymachus
dalam republic sebagai prototype maciavelli. Ia mengatakan bahwa keadilan dapat
ditegakkan apabila ada yang mendukungnya, yaitu kekuatan.Ia tidak menganut
prinsip moral yang absolute, moral itu hasilkonvensi. Tokoh-tokoh itu
pemerintahan yang cerdas dalam mengetahui antara baik dan buruk,kemudian
masyarakat mengikutinya. Antiphon menganggap Tuhan itu harus diperoleh dengan
menggunakan rasio,ia beranggapan kemajuan hanya dapat diraih dengan jalan
memajukan pendidikan, bukan melalui agama.
8.SOCRATES
Ajaran bahwa
semua kebenaran itu relative telah menggoyahkan teori-teori sains yang telah
mapan,menggoncangkan keyakinanagam. Ini menyebabkan kebingungan dan kekacaun
kehidupan. Socrates bangkit dan meyakinkan orang-orang Athena bahwa tidak semua
kebenaran itu relative, ada kebenaran yang umum yang dapat di pegang oleh semua
orang. Sayangnya Socrates tidak meninggalkan tulisan.Kita memperoleh ajarannya
dari tulisan para muridnya, terutama plato. Kehidupan Socrates ( 470 – 399 SM )
berada di tengah –tengah keruntuhan imperium Athena. Disekitarnya dasar-dasar
lama hancur, kekuasaan jahat mengganti keadilan disertai munculnya
penguasa-penguasa politik yang menjadi orang-orang yang sombong dibandingkan
yangsebelumnya. Para pemuda Athena pada masa itu dipimpin oleh doktrin
relativisme dari kaum sofis, sedangkan Socrates penganut moral yang absolute
yang meyakini bahwa menegakkan moral merupakan tugas filofof yang berdasarkan
ide-ide rasional dan keahlian dalam pengetahuan. Filsafat adalah kebenaran
obyektif, untuk membuktikan adanya kebenaran obyektif, Socrates menggunakan
metode yang bersifat praktis,yaitu melalui percakapan-percakapan dan menganalisis
pendapat-pendapat tentang salah dan tidak salah,adil dan tidak adil, berani dan
pengecut, dll. Socrates menganggap jawaban pertama sebagai hipotesa, dan dengan
jawaban-jawaban lebih lanjut yang menarik konsekuensi-konsekuensi yang dapat
disimpulkan dari jawaban-jawabantersebut. Jika hipotesa pertama tidak dapat
dipertahankan karena menghasilkan konsekuensi yang mustahil, maka diganti
dengan hipotesa lain, lalu hipotesa kedua ini diselidiki dengan jawaban-jawaban
lain. Sering terjadi percakapan Socrates menghasilkan kebingungan (aporia ),
akan tetapi tidak jarang dialog itu menghasilkan suatu definisi yang berguna.
Metode yang digunakan Socrates disebut Dialektika, dari kata kerja Yunani
”dialegethai” ( bercakap-cakap/dialog ). Didalam tratatnya tentang metafisika,
Aristoteles memberikan catatan mengenai metode Socrates ini. Ada dua penemuan
itu berkenaan dengan pengetahuan, yaitu induksi dan definisi. Pertama,
menggunakan istilah induksi, yaitu pemikiran yang bertolak dari pengetahuan
khusus, lalu menyimpulkan yang umum. Kedua, menggunakan istilah definisi, yaitu
mengupayakan sifat umum dengan menyebutkan ciri yang disetujui,kemudian
menyisihkan ciri khusus yang tidak disetujui. Orang sofis beranggapan bahwa
semua pengetahuan adalah relatif kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang
bersifat umum. Dengan definisi itu Socrates dapat membuktikan kepada
orang-orang sofis bahwa pengetahuan yang umum itu ada, yaitu definisi. Jadi,
orang sofis tidak seluruhnya benar, yang benar sebagian pengetahuan bersifat
umum dan sebagian bersifat khusus, yang khusus itulah pengetahuan yang
kebenarannya relative. Dengan mengajukan definisi itu Socrates telah dapat
menghentikan laju dominasi relativisme kaum sofis, dan orang Athena mulai
kembali memegang kaidah sains dan aqidah agama mereka. Plato memperkokoh tesis
Socrates itu. Ia mengatakan kebenaran umum itu memang ada. Ia bukan dicari
dengan induksi seperti pada Socrates, melainkan telah ada di alam idea. Kubu
Socrates semakin kuat, dan orang-orang sofis semakin kehabisan pengikut. Orang
sofis kalap, lalu menuduh Socrates merusak mental pemuda dan menolak
Tuhan-tuhan. Sehingga Socrates diadili oleh muridnya, Plato, dibawah judul
Apologia ( pembelaan ). Socrates dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati
9. PLATO
Puncak zaman
Yunani dicapai pada pemikiran filsafati Sokrates (470-399 sM), Plato (428-348
sM) dan Aristoteles (384-322 sM). Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman
(pengamatan), apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti
sanggup menatap ke dunia idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan
tentang semua hal, termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan
sebagainya. Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya rasional-deduktif
sebagaimana mudah dijumpai dalam matematika. Problem filsafati yang digarap
oleh Plato adalah keterlemparan jiwa manusia kedalam penjara dunia inderawi,
yaitu tubuh. Itu persoalan ada (“being”) dan mengada (menjadi, “becoming”).
Plato salah seorang murid Socrates yang hidup antara 427 – 347 Sebelum Masehi.
Filsafat Agama; Filsafat pendidikan; Filsafat ilmu; Filsafat hukum. Sebagai
produk artinya melihat filsafat sebagai kumpulan pemikiran dan pendapat.
Setelah Plato meninggal Aristoteles menjadi guru pribadinya Alexander Agung.
Plato adalah salah satu dari filsuf besar Yunani yang hidup sekitar abad ke-4
SM yang gagasannya banyak dikembangkan oleh era filsafat maupun para pemikir
selanjutnya, termasuk gagasan-gagasan keagamaan dikemudian hari yang juga
menjadi perhatian Plato dibawah pengaruh Ofirisme Phytagoras. Sedikit banyak,
setelah masa filosofis, Plato mentransformaiskan pemikirannya ke wilayah
relijius dengan gagasannya tentang Idea dan Cinta atau Eros sebagai pendorong
gerak untuk mencari hakikat dari kehidupan. Dalam buku Mohammad Hatta, “Alam
Pikiran Yunani’, ia digambarkan sebagai orang paling bijak yang pernah
dilahirkan sejak era Phytagoras dan sebelum Aristoteles dilahirkan. Setidaknya
demikianlah yang diyakini oleh mereka yang mengenal benar pikiran Plato. Salah
satunya yang kontroversial dan mengundang pertanyaan banyak orang dan para
arkeolog adalah hipotesis metaforisnya tentang Atlantis sebagai Benua Yang
Tenggelam, yang konon digambarkan Plato sebagai suatu pulau atau anak benua
“Nesos” atau “Continent” dimana peradaban manusia masa kini berasal. Demikian
tingginya peradaban manusia Atlantis sampai-sampai kesombongan hinggap pada
para penduduknya dan dalam sekejap mata menurut taksiran para ahli purbakala
yang berminat membuktikan keberadaan Benua Atlantis, benua itu lenyap ditelan
tsunami yang sekarang disebut Atlantik. Jadi peristiwa lenyapnya Atlantis mirip
dengan Gempa bawah Laut dan Tsunami yang menimpa Serambi Mekah pada tanggal
26-12-2004 yang lalu.
10.ARISTOTELES
Pola
pemikiran Aristoteles ini merupakan perubahan yang radikal. Menurut Plato,
realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan akal kita, sedang menurut
Aristoteles realitas tertinggi adalah yang kita lihat dengan indera-mata kita.
Aristoteles tidak menyangkal bahwa bahwa manusia memiliki akal yang sifatnya
bawaan, dan bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya oleh pendengaran
dan penglihatannya. Namun justru akal itulah yang merupakan ciri khas yang
membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran manusia kosong
sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada manusia
tidak ada idea-bawaan. Aristoteles menegaskan bahwa ada dua cara untuk
mendapatkan kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru, yaitu
metode rasional-deduktif dan metode empiris-induktif. Dalam metode
rasional-deduktif dari premis dua pernyataan yang benar, dibuat konklusi yang
berupa pernyataan ketiga yang mengandung unsur-unsur dalam kedua premis itu.
Inilah silogisme, yang merupakan fondasi penting dalam logika, yaitu cabang
filsafat yang secara khusus menguji, dan keabsahan cara berfikir. Logika
dibentuk dari kata berarti sesuatu yang diutarakan. Daripadanya logika berarti
pertimbangan pikiran atau akal yang dinyatakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Dalam metode empiris-induktif pengamatan-pengamatan indrawi yang
sifatnya partikular dipakai sebagai basis untuk berabstraksi menyusun
pernyataan yang berlaku universal. Aristoteles mengandalkan pengamatan inderawi
sebagai basis untuk mencapai pengetahuan yang sempurna. Itu berbeda dari Plato.
Berbeda dari Plato pula, Aristoteles menolak dualisme tentang manusia dan
memilih “hylemorfisme”: apa saja yang dijumpai di dunia secara terpadu
merupakan pengejawantahan material (“hyle”) sana-sini dari bentuk (“morphe”)
yang sama. Bentuk memberi aktualitas atas materi (atau substansi) dalam
individu yang bersangkutan. Materi (substansi) memberi kemungkinan (“dynamis”,
Latin: “potentia”) untuk pengejawantahan (aktualitas) bentuk dalam setiap
individu dengan cara berbeda-beda. Maka ada banyak individu yang berbeda-beda
dalam jenis yang sama. Pertentangan Herakleitos dan Parmendides diatasi dengan
menekankan kesatuan dasar antara kedua gejala yang “tetap” dan yang “berubah”.
Dalam konteks ini dapat dimengerti bila Aristoteles ada pada pandangan bahwa
wanita adalah “pria yang belum lengkap”. Dalam reproduksi, wanita bersifat
pasif dan reseptif, sedang pria aktif dan produktif. Semua sifat yang aktual
ada pada anak potensial terkumpul lengkap dalam sperma pria. Wanita adalah
“ladang”, yang menerima dan menumbuhkan benih, sementara pria adalah “yang
menanam”. Dalam bahasa filsafat Aristoteles, pria menyediakan “bentuk”, sedang
wanita menyumbangkan”substansi”.
Dalam makluk
hidup (tumbuhan, binatang, manusia), bentuk diberi nama “jiwa” (“psyche”,
Latin: anima). Tetapi jiwa pada manusia memiliki sifat istimewa: berkat
jiwanya, manusia dapat “mengamati” dunia secara inderawi, tetapi juga sanggup
“mengerti” dunia dalam dirinya. Jiwa manusia dilengkapi dengan “nous” (Latin:
“ratio” atau “intellectus”) yang membuat manusia mampu mengucapkan dan menerima
“logoz”. Itu membuat manusia memiliki bahasa.
PEMIKIRAN
TOKOH DAN FILOSUF PADA MASA YUNANI KUNO
Pada masa
Yunani Kuno, perkembangan filsafat diibaratkan bagai gunung-gunung dan mata
air. Filsafat (akal) mendapatkan tempat yang sangat tinggi dan mengalahkan
agama. Ada beberapa tokoh filsafat yang muncul pada masa ini, diantaranya
adalah Parmenides dan Heraclitos. Parmenides berfilsafat dalam bentuk aphorisme
yaitu kalimat-kalimat pendek yang harus ditafsirkan lebih jauh. Di dalam
tulisannya, dia mengajarkan dua ajaran yang disebut jalan kebenaran (the way of
truth) dan jalan pendapat (the way of opinion). Dalam pengajarannya tentang
jalan kebenaran mengenai konsep “ada” (being), Parmenides mengajarkan “yang ada
itu ada” (what is, is). “Yang ada” merupakan yang tetap, tidak terbagi, dan
sempurna seperti lingkaran. Maka, “yang ada” itu tidak mungkin “yang tidak
ada”, karena “yang tidak ada” itu tidak dapat dipikirkan dan dikatakan. Dengan
begitu, “yang tidak ada” itu tidak ada. Ketika “yang tidak ada” itu tidak ada,
maka konsekuensinya, “yang menjadi” itu pun tidak ada, karena “yang menjadi”
itu terjadi dari “yang ada” ke “yang tidak ada”, kemudian “yang menjadi”. Akan
tetapi “yang tidak ada” itu tidak ada, karena tidak dapat dipikirkan. Jelaslah,
“yang menjadi”, karena memiliki aspek “tidak ada”, itu tidak ada. Maka
perubahan dari “yang ada” menjadi “yang menjadi” itu tidak akan pernah terjadi.
Maka perubahan itu tidak ada.
Dalam
pengajarannya tentang jalan pendapat, Parmenides mengajarkan konsep doxa
(pendapat umum) dan aletheia (kebenaran). Doxa adalah kebiasaan dan pandangan
umum yang kita dengar dan dapatkan dengan begitu saja, sedangkan aletheia
bersumber pada akal budi semata. Dalam bersikap, dia mengajarkan agar berpikir
sendiri dan menemukan kebenaran itu sendiri, serta tidak boleh percaya pada
gagasan-gagasan umum yang kebenarannya tidak pasti. Menurutnya, kebenaran hanya
dapat diperoleh melalui akal budi semata. Dengan akal budi hendaklah kita
menjadi penguji dan hakim segala sesuatu, memperoleh pengetahuan yang murni dan
sejati, yang mampu menangkap “yang ada”, yang bersifat tetap, dan tidak berubah
di balik pengetahuan indera yang menipu. Parmenides mengajarkan pentingnya
berpikir dan mengambil sikap tegas terhadap apa yang diyakini oleh umum.
Keyakinan umum tidak selalu benar. Oleh karena itu, kita harus melihat realitas
dengan menggunakan akal budi secara langsung.
Berbeda
dengan Parmenides, Heraclitos justru menyatakan bahwa segala sesuatu itu terus
bergerak dan berubah, dan tidak hanya diam. Dia memandang api bersifat dinamis,
yang perlu diberikan umpan berupa bahan bakar agar menghasilkan suatu perubahan
yang menakjubkan, yaitu berupa cahaya. Selain api, dia juga tertarik pada
pertentangan dan kesatuan, misalnya pada laut. Satu sisi laut dapat
menyelamatkan, namun di sisi lain laut juga dapat menghancurkan kehidupan.
Pernyataan Heraclitos yang paling terkenal adalah tentang sungai, yaitu
“stepping into a river”. Dari ide sungai ini, kemudian muncul slogan yang
selalu dikaitkan dengan pemikiran Herakleitos, yaitu panta rhei: segala sesuatu
mengalir (“everything flows”). Dengan menggunakan perumpamaan sungai, dia ingin
kita memahami bahwa segala sesuatu mengalir seperti air dan mengalami perubahan
yang terus menerus.
KESIMPULAN
Kelahiran pemikiran
tentang Filsafat diawali pada abad ke-6 sebelum Masehi, diawali oleh
runtuhnya keyakinan tentang mitos-mitos dan dongeng-dongeng yang selama ini
menjadi dasar dari konsep pemikiran bangsa Yunani Kuno. Orang Yunani yang hidup
pada abad ke-6 SM mempunyai kepercayaan bahwa segala hal harus bersumber pada
mitos atau dongeng-dongeng. Dalam sejarah filsafat biasanya filsafat yunani
dimajukan sebagai pangkal sejarah filsafat barat, karena dunia barat dalam alam
pikirannya berpangkal kepada pemikiran yunani.
Orang Yunani yang awalnya sangat percaya pada dongeng-dongeng, mitos maupun
takhyul, tetapi lama kelamaan mereka mampu keluar dari pengaruh mitologi dan
mendapatkan dasar pengetahuan ilmiah. Karena pada perkembangannya bermunculan
tokoh tokoh filsafat yang mencoba untuk melakukan pembuktian-pembuktian tentang
gejala alam berdasarkan logika bukan berdasar pada mitos tertentu.
Izin shere🙏
BalasHapus