Belajar Berfilsafat Saat Usia Dini
Benang-benang
Tanya yang Rumit dan Membelit
Ada
masa dimana seseorang menanyakan segala hal yang dilihatnya, yaitu ketika
kanak-kanak. Tak terkecuali saya sendiri.
Dulu
saya bertanya-tanya mengapa burung terbang? Mengapa tidak berjalan saja
sehingga bisa berteman dengan ayam, bebek, kambing dan mereka bisa mencari
makan bersama-sama. Kan capek jikalau harus terbang di udara terus, dan
temannya juga hanya burung saja.
Ketika melihat ibu tertidur mengapa
harus memejamkan mata? Bagaimana jika hal itu kebablasan? Saat tidur ibu tidak
lagi mendengar ucapanku. Apakah orang tidur itu mati?
Ketika memiliki adik mengapa dinamakan
adik? Kok bisa muat di perut ibu yang
biasa hanya untuk makan? Saya dulu juga kok bisa muat?
Mengapa matahari dinamakan matahari?
Apakah hari punya mata? Lalu jika matanya saat siang kok panas tapi panasnya
tidak bisa membakar manusia bagaimana dengan telinga dan badannya? Kemana
matahari pergi jika malam? Sedang langit hanya seluas itu dan tidak ada tembok
dibaliknya untuk tempat persembunyian? Mengapa jika malam yang muncul hanya
bulan? Apa bulan juga matahari yang sama dengan waktu siang hanya saja ia tidak
menyalakan sinarnya?
Lagi-lagi harus bertanya-tanya, mengapa
orang mati harus dikubur? Bukankah
kasian ditimbun tanah dan bagaimana jika digigit ular, kalajengking?
Orang-orang yang mengubur manusia itu jahat membuang sejenisnya di dalam tanah.
Hal lain yang membuat sayabertanya-tanya
lagi, bermula dari cerita Ayah dan Ibu berkaitan dengan panggilan ‘whuk’.
Sekilas terdengar aneh biasanya seseorang memanggil ‘wuk’ karena yang dipanggil
anak perempuan tapi kedua orang tua memanggil dengan panggilan yang berbeda
dari yang lain. Berkali-kali bertanya sebab apa saya dipanggil ‘whuk’? mereka
menceritakan bahwa panggilan itu bermula ketika ada pesawat terbang dengan
suara gemuruhnya dan suara gemuruhnya terdengar whuk whuk dan sebagai anak
kecil mendengar suara seperti itu berlari ketakutan sembari berteriak “Ayah,
Ibu, ada whuk whuk” sembari menangis menghapiri mereka. Terksesan sangat
konyol.
Apakah
hal serupa akan terjadi jika yang
ditakuti bukan suara gemuruh pada pesawat terbang melainkan suara kambing?
Apakah saya akan dipanggil ‘embek’?
Atau
contoh lain saya takut dengan suara jangkrik, mungkinkah dipanggil ‘krik-krik’?
akan terdengar lucu tapi memang jika hal itu terjadi akankah kenyataannya sama dengan saat ini dengan
panggilan serupa?
Tidak
bisa dibayangkan jika hal itu terjadi
bila saat itu yang saya takutkan bukan suara gemuruh pesawat melainkan suara
kambing yang mengembik bisa jadi mereka akan
memanggil “hei, embik”, sama sekali terdengar tidak enak.
Saya
juga bertanya-tanya mengapa harus takut dengan suara gemuruh pesawat terbang
pada waktu itu,? Saat ini saya berpikir bahwa hal itu merupakan suatu
kekonyolan dan dan tidak masuk akal, mengapa pula orang tua memilih panggilan
itu dan anehnya masih sampai saat ini
panggilan ‘wuk’ itu berlaku.
Pertanyaan-pertanyaan
yang aneh dan mereka terus memutari kepala saya sepertinya meminta sebuah
tempat kosongagar bisaditempati dan diberi pencerahan.
Ah!
Ini semua pertanyaan konyol dan catatan dari sejarah masa lalu pribaiku.
Bangkalan,
Oktober 2016
Komentar
Posting Komentar