RESENSI JEJAK LANGKAH
Judul Novel :
Jejak Langkah
Penulis :
Pramoedya Ananta Toer
Penerbit :
Lentera Dipantara, Jakarta Timur
Isi :
724 halaman
Tahun Terbit :
2010 cetakan ke-8
“kemuliaan
seseorang datang hanya sebagai hasil dari pendidikan yang baik, dan menjadi
dasar perbuatan baik dan mulia. Salah satu ciri manusia modern adalah
kemenangan individu atas lingkungannya dengan prestasi, individu yang kuat
sepatutnya bergabung, mengangkat bangsanya yang lemah, memberi lampu pada yang
kegelapan, dan memberi mata pada yang buta.”
Perang antar raksasa dan bangsa bayi masih
berlanjut. Perang fisik juga perang pemikiran oleh para priyayi. Perjalanan
Minke belum berhenti, menjadi siswa sekolah dokter yang kemudian harus
dikeluarkan. Akan tetapi, hal itu tidak menjadikannya sedih, ia merasa lebih
cocok menjadi manusia bebas daripada kelak menjadi dokter
Gubermen. Mulailah perjuangannya menjadi manusia bebas, berusaha memperjuangkan
kebenaran, keadilan, serta langkah besar dengan perubahan yang tiada tandingan
melalui ‘Medan Prijaji’ dan organisasi. “Sekarang juga, bersatulah! Tanpa
memulai hari ini bangsa Hindia akan tetap berada dalam kejahilan” ucapan dokter
tua dulu ketika ia masih menjadi siswa sekolah dokter.
Minke mulai mendirikan medan prijaji sebagai wadah penyedia bacaan bagi pribumi dan merupakan media pertama yang dimiliki
pribumi. Ia menjadi penulis sebab penulis mampu melihat segi lain yang tidak bisa dilihat orang umum. Beraksi serta
bersuara melalui tulisan. Minke menjadi manusia bebas, membela bangsanya,
perlawanan melaui dunia jurnalistik. Kemudia juga mendirikan Sjarikat Prijaji, Boedi Oetomo, Sjarikat Dagang
Islamijah yang kemudian menjadi Syarikat
Dagang Islam. Sepak terjang yang tidak kenal lelah, bertemu dengan para
manusia yang tidak biasa, persahabatn dengan seseorang di masa lalu, serta guru
besarnya, Nyai Ontosoroh kini telah menemukan kebahagiaan kembali. Selain itu,
tak lepas pula kisah asmara Minke dengan wanita-wanita yang tidak biasa namun
semua tidak bisa berakhir seperti yang diharapkan.
Seri ketiga dari tetralogi Pulau Buru sungguh
menarik. Pram mengisahkan cerita yang sangat segar, cerdas, liku-liku emosi dan
watak yang serba rumit namun menarik. Bermula dari Minke menjadi siswa Sekolah
Dokter hingga menjadi seorang yang berarti bagi bangsanya. Kisah-kisah yang
memompa semangat kebangsaan, semua dirangkai dengan indah, konflik menegangkan
dan menarik.
Melaui buku ini Pram mengarkan banyak hal, kekuatan
sebuah organisasi, menulis, dan perjuangan untuk keadilan. Latar yang beragam
mendukung adanya kisah dengan keunikan masing-masing serta suasana bervariasi
disajikan dalam peristiwa yang unik. Alur peristiwa dirangkai satu persatu
untuk menjadikan pembaca merasa penasaran. Tidak melepas kemanfaatan jika
membaca buku ini, ada banyak kisah perjuangan, cinta, dan darah yang menjadi
saksi untuk berdiri dengan keadilan.
Di balik kehormatan mengintip kebinasaan, di balik
hidup adalah maut, di balik kebesaran adalah kehancuran, di balik persatuan
adalah perpecahan, di balik sembah adalah umpat. Maka jalan keselamatan adalah
jalan tengah. Jangan terima kehormatan atau kebinasaan sepenuhnya. Jalan
tengah—jalan ke arah kelestarian.
Bangkalan,
23 Oktober 2016
Komentar
Posting Komentar