Gadis Pantai
Judul buku:
Gadis Pantai
Penulis:
Pramoedya Ananta Toer
Isi buku:
270 Halaman
Penerbit:
Lentera Dipantara, cetakan ketujuh, 2011
Berbahagialah
mereka yang hidup dalam kasih sayang keluarga meski harta tak melimpah dan
bergelimang di sekitarnya.
Apa yang
hendak diperbuat seorang anak jika orang tua telah menghendakinya untuk
dijadikan istri dari pembesar? Hanya ada satu kata, menurut.
Sama
halnya dengan apa yang dialami Gadis
Pantai, remaja 14 tahun yang tak merasakan indahnya dunia remaja yang identik
dengan perjalanan hati yang menjajaki cinta di sana-sini. Ia lahir dan tumbuh
di kampung nelayan. Bau amis tak lagi asing baginyan hingga suatu ketika ia
harus meninggalkan kampung lahirnya menuju kota dan menjadi istri seorang
Bendoro.
Kemewahan
yang asing sebab selama ini tak pernah sekalipun mendapat fasilitas dan
kehidupan semewah itu. semula ia tidak
tahu mengapa orang di sekitarnya sangat menjaga jarak, namun kemudian hari ia
sadar dan ia tahu seperti apa dan bagaimana dirinya harus bertindak. Memerintah para bujang dan mengabdi
sepenuhnya pada Bendoro. Mengisi kesibukan sehari-hari dengan menyulam,
merenda, membatik serta tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan kasar lainnya.
Suatu saat
setelah dua tahun ia amat rindu terhadap orang tua dan akan berkunjung ke
kampungnya. Akan tetapi, sesampai di sana ia merasa ada keganjilan dengan sikap
dan tingkah dari orang-orang sekitarnya. Ia disambut layaknya putri dan takn
lagi didengar sapa namanya. Mereka memanggil Gadis Pantai dengan Bendoro Putri.
Bukan
pembesar jika hanya memiliki satu atau dua istri. Setelah merasa tidak
membutuhkan dengan seenaknya ia akan mengusir, perlakuan itu juga yang dialami
dengan Gadis Pantai.
Pram
mengisahkan kehidupan seorang gadis pinggiran kemudian diangkat derajatnya menjadi
Bendoro Putri. Penggambaran keadaan masyarakat kelas atas dan bawah sehingga
perbedaan dan kesenjangan terlihat begitu nyata.
Penggambaran
sosok perempuan yang masih terkekang keadaan yang kuno. Selain itu, Pram
seringkali mengisahkan dan menggambarkan tokoh perempuan sebagai sosok yang
cantik seperti dalam tetralogi Buru, Larasati, dan Gadis Pantai ini.
Akan tetapi,
ada perbedaan yang mencolok antara Larasati dan Gadis Pantai dimana Gadis
Pantai merupakan sosok yang pasrah terhadap keadaan sedangkan Larasati
merupakan sosok wanita yang ingin bebas dan menginginkan kedudukan yang sama
dengan lelaki.
Tokoh-tokoh
yang dimunculkan sebagai wujud realita,
akan tetapi konflik sudah ditunjukkan di awal kisah yaitu dengan dinikahkan
sang Gadis dengan Bendoro sehingga cerita selanjutnya hanya konflik biasa
saja.
Sempat
dikisahkan pula bahwa Gadis Pantai mulai merasa jatuh cinta dengan seorang
pemuda yang menjadi tamu Bendoro namun, Pram hanya mengisahkan sebatas itu dan
tidak disinggung lebih lanjut lagi.
Berlatar di
kabupaten Rembang, dan budaya feodalistik masih sangat kuat. Penggambaran fisik
tokoh secara langsung dan cerita yang mengalir, sederhana namun menusuk.
Sebuah karya
yanng menjadi bukti betapa kejamnya feodalistik Jawa yang tidak memiliki adab
dan sebagain bukti juga terhadap ketidakberdayaan masyarakat pinggiran.

Komentar
Posting Komentar