Kisah-kisah Kecil di Rumah Kita yang Penuh Cinta
kuurai dan kuingat lagi, 2019 adalah waktu yang luar biasa, sekejap bisa membuat senyum terbuka lalu tetiba tangis hadir setelahnya.
Ada begitu banyak cinta, dan permasalahan tetap saja jadi bumbu tidak ada habisnya.
Rumah goa
Rumah ini, manusia dipenuhi berbagai masalah. Menguras hati, kerelaan pergi, memaksa hati, dan menerima yang ingin masuk di rumah ini lagi.
Ada begitu banyak luka ketika kita bicarakan perihal kepergian, perselisihan. Dongeng-dongeng princes dibangun sendiri dalam kastil rahasia, pangeran tidak datang dengan kereta kencana. Melainkan datangdengan jalan atas lukanya sendiri, yang enggan dibicarakan dan diungkapkan.
Atau perihal rumah batin, kita harus sama-sama rela berdamai dengan waktu untuk berjalan dengan alur dan jalan sendiri-sendiri. Rindu itu masih kuat bersemayam, doa-doa masih kuat dilayangkan.
Lalu masuk pada fase dimana kita harus menerima lagi, manusia-manusia baru dengan pikiran polos dan lugas. Kepribadian yang masih perlu diwarnai lagi jadi apa nantinya.
Kuungkap lagi, kisah-kisah yang hadir dalam lingkaran kisah.
Kuungkap lagi, kisah-kisah yang hadir dalam lingkaran kisah.
Perempuan dengan kelapangan batinnya
Kau masih saja, enggan menyusun luka dan mencoba kembali memintal bahagia untuk membuka hati. Ada berapa kekecewaan yang kau pendam sendiri? dan ada begitu banyak bahagia yang kau bagi dengan sesama orang di rumah kita. Ketika kau putuskan jalan baru untuk ditempuh, aku tidak bisa banyak berbicara. Kemurungan adalah perkara yang sekuat mungkin kau hapus dan bunuh. Sesekali ia merebutmu jadi pendiam, dan misterius.
Apapun itu untuk ke depan, aku tidak berkata banyak. Hanya kebahagiaan, kelapangan batin, dan keceriaan yang tidak ada habisnya. Semoga.
Dongeng-dongeng pagliacci.
Masihkah kau berdiam dalam kastil putri yang masih meyimpan rahasia dan misteri itu? bukankah kau tahu itu bukan tempat berpulangmu? masih seringkah kau putar lagu-lagu indie dan melankolia itu? kau yang kemudian hanyut dalam pikiranmu yang berkelebat.
Kesungkananmu masih begitu besar, kau belum bersedia masuk rumah. Kau pegang erat kereta dongeng dengan princessmu.
Apa yang perlu kita perdebatkan ketika sudah-sudah saling dewasa, permasalahan sama yang selalu lahir. Lalu apakah ia akan juga mendewasakan kita?
Waktu kau jalani begitu berat, kau ratapi seorang diri. Siang bisa masuk dan menelisik ruang jiwamu itu?
kita tidak jadi lebih dekat meski kita besar di rumah yang sama, yang mendidik kita jadi manusia yang teguh atas pikir dan tidak ditempa masalah yang diharap jadi menguatkan?
Yang pergi menuju baka ia membawa kedamaiannya sendiri, kau masih ada dengan kedamaianmu juga. maka ikhlas dan lapang adalah jalan untuk menerima dengan lega.
Kau juga bangun sendiri, goa dalam rumahmu, yang memisahkanmu dari manusia goa lainnya. tak inginkah kau mencuri waktu sore dan kembali kita kisahkan. Mengapa kapal bergegas menuju dermaga, atau perihal senja yang kau ilhami jadi kawan melankolia?
Yang masih bergelut dengan waktu dan bising dalam pikir.
Kaukah itu yang tetiba jadi riuh dalam keheningan? pikiran-pikiran yang berkecamuk dan pertentangan-pertentangan batin lain yang kau pendam sendiri dulu.
Rumah jadi ruang sepi yang meninggalkan kecamuk dan perselisihan. jalan yang kau pilih masih jadi misteri, beberapa orang menanyakan dan sulit menerima.
Pendirianmu begitu teguh, melankolia? Jadi perkara yang kau benci.
Perihal melaknati, siapa yang lebih kuat? katamu.
Kerelaan mengubah kita jadi manusia yang meniti jalannya sendiri, sepanjang ini kita banyak memperdebatkan dan berbagi banyak cerita; seharusnya jadi rahasia.
Kau yang selalu jatuh cinta pada doa-doa yang bertabur sepanjang jalan dan kesabaran yang seringkali beberapa orang disalahtafsirkan.
Matamu tajam menelisik celah dan masalah, jalan keluar yang sulit dicerna akal sehat pada umumnya. Apa yang ada pada kita selalu sama dirasa, kerumitan yang jadi ciri khas.
Baik, sore dan tetirah masih keinginan, belakang rumah dan meja batu dan kursi kayu.
Masihkah kau tutup rapat masalahmu dan keengganan menepis sedikit ego atas harga dirimu?
Kau kembali terperangkap, padahal dulunya jadi perkara yang kau laknat. Puisi-puisimu tetap saja jadi sendu. Tidak sadarkah kau bahwa kita beberapa waktu tidak bertegur sapa? Seharusnya kau bisa jadi tempat pulang yang baik, kelembutanmu yang kadangkala lahir. Apa yang harus kupercaya lagi?
Kerumitan menjadikan rambut panjangmu jadi lusuh, muka kuyu.
Kerumitan menjadikan rambut panjangmu jadi lusuh, muka kuyu.
Seribu mata, yang bahagia dan menepis lagi mitos-mitos kecantikan kaum sosialita
Berapa jam kau habiskan bermain peran di ranah maya? yang memisahkan kita dan perselisihan dulu menjadi penghalang kita?
Kau tak pernah jadi asing, selepas pergi dari goa kau lakukan banyak hal. Bertanam, bertani, belajar merawat, merabuk, dan kini berkawan dengan kucing asuhmu yang lucu dan manja itu.
Apa yang sejatinya menjadikan perempuan lebih cantik? ialah cara membangun pola pikir.
Aku terkesima padamu, kemauan belajar yang menggebu. Mencoba banyak hal baru dan keluar dari zona nyaman kemageran yang melenakan.
Kau masih saja jadi perempuan dengan mata yang penuh seribu keteduhan, tawa, dan keceriaan.
Jadi apa yang akan kita tinggalkan kemudian?
Kepada tetua,
Aku masuk di rumah goa, sebagai anak yang mulanya disuapi. Doa-doa selalu lahir, pembelajaran, dan teguran-teguran. Ada banyak hal yang membuat kita saling melukai.
Belenggu masalah, perdebatan, dan perselisihan.
Tapi, bukankah bahagia itu tercipta ketika hati saling terbuka dan menerima? Aku pernah jatuh sebab kepengkuan-kepengkuan. Kemudian kuakhiri kuulangi lagi kisah di jalanku sendiri.
Mama kecil yang tak pernah lelah membicarakan segala hal
Kita pernah bercerita banyak hal, lalu tetiba waktu jadi terkutuk. Siapa yang pengku dan keras kepala? Mungkin begitu batinmu.
Aku selalu rindu, berkisah tentang hal receh sampai rumit sekalipun. Dengan siapa kutangisi lagi duka-duka yang pernah ada? Kulihat matamu beberapa kali diam-diam menangis.
Jika kita bicarakan perihal penyesalan, siapa yang tahu jika semua berakhir jadi seperti ini?
Lalu, aku melepas jalan, menebas belenggu dan kucari lagi jalanku sendiri. Lalu apakah kita akan tetap jadi seperti dulu? Kita ungkapkan banyak hal tanpa sekat.
Maaf. Aku pernah jadi seorang yang membungkam mata telinga dan menyakiti sesama.
Mama besar yang dengannya aku belajar kesabaran, kejelian, dan kedalaman berpikir
Aku suka memelukmu, hangat dan obrolan teduh.
Jika anak perlahan jadi besar lalu membangkang, maka maaf adalah ungkap yang memudahkan jalan.
Aku selalu dipenuhi masalah-masalah yang tidak habis. Dan kau memberi pengertian begitu dalam dan sederhana. Setiap celah kau selalu jeli melihat dan menarasikan segala hal dengan jauh dan matang.
Aku tak tahu pasti bagaimana perihal kerisauanmu. Bagaimana manusia dan cinta disekat oleh agama.
Aku hanya berdoa, ditabahkanlah hati, dan menemukan rumah tepat yang membawa kisah-kisah menjadi lebih penuh makna dan warna.
Mama kecil, yang memberi petuah dan suka berjalan-jalan ketika bosan
Kau sedikit cerewet, tapi kupikir itu adalah ciri perempuan. Yang membawaku pergi ke pelabuhan, menyusuri jalan, memesan segelas minuman dan berbincang banyak hal. Ah, hidup ini begitu rumit, manusia dipaksa melakukan dan menerima. Kau yang tangguh, menyusuri jalanan panas kota. Karenamu aku lebih percaya, perempuan jadi lebih cantik karena keberanian dan kecerdasannya.
Yang diam dengan ketenangan dan memendam marahnya sendiri.
Apakah jadi sifat umum lelaki yang memendam lukanya?
Kutahu, kau jadi lebih teduh. Menyukai hal-hal sepele yang membahagiakan.
Di tahun ini, ada kemarahan yang tak bisa kau redam. Ketika aku berlari menuju hutan, kau paksa lagi aku kembali. Ya, orang lebih tua seringkali memiliki niat baik bagi mereka yang disayangi.
Yang senantiasa membawa keriangan, kedamaian dan enggan atas keributan
Senyummu selalu tersungging lembut, matamu teduh, dan ucapmu membuat risau luruh.
Humor-humor yang sedikit satire. Ah, aku selalu mengingatmu, tiap kali melihat gunung. Tanah yang lebih tinggi itu, mengajarkan banyak hal. Kemengertian atas orang-orang dan diri yang butuh pengendalian. Kau berhak mengambil bahagia, tanpa mengkhawatirkan bagaimana orang lain mengambil jalan bahagianya.
Satu hal, kau seringkali mengabaikan mengorbankan bahagiamu demi orang-orang sekitar yang sepenuhnya kau sayangi dan kau simpan dalam batinmu itu.
Dua Perempuan tangguh
Kau yang gemar membaca melankolia, petuah cinta, dan lagu-lagu kenangan
Sudah kau tulis berapa puisi sepanjang tahun ini?
Rindumu selalu abadi dan lahir dalam puisi-puisi. Yang senantiasa membuka ruang membantu berbagi kisah sakit orang-orang.
Dik, jangan lena dalam dongeng-dongeng, nyatanya memang realita kadang menjatuhkan, namun ia menjadikanmu lebih kuat, tangguh. Jalan kita sulit, akan jadi seorang hebat ketika mau menebas dan tumbuh bergegas.
Lagu-lagu anak sering kau dendangkan
Kau merasa begitu banyak berubah? Atau jalan yang terpaksa kau terjang lagi?
Dik, manusia punya banyak celah. Dan sadar jadi perkara sulit jika kau enggan membuka mata.
Kukisahkan banyak hal padamu, mengapa?
Agar kau tak terperosok dalam kebahagiaan yang seringkali melenakan kemudian jadi menyakitkan.
Kubagikan dukaku padamu. Bukankah kau yang menyuruhku untuk berhenti di jalan yang menyakitkan?
Kembalilah, pada rumah yang membawa ketenangan dan doa-doa yang bertabur di bawah atap kesederhanaan.
Sebentar, masih perlu kukisahkan lagi? Tentang anak-anak yang mulai tumbuh di usia empat.
Tubuh yang senantiasa disinari matahari
Jangan lagi kau memaksa pergi, terlalu menuruti emosi itu tidak baik. Kutahu, ada banyak persengketaan batin kau mencoba memaksa diam dan pendam. Tapi itu tidak menyelesaikan dan akan menyakitkan.
Masihkah kau bergantung pada keengganan atau tidak ketika bertindak?
Kau lebih bagus ketika bersih, dan senyummu jadi menawan ketika tidak lagi kau pendam perasan-perasaan.
Kau berada pada fase dimana perasaan segala hal lahir dengan begitu menggebu. Cobalah kau kontrol kembali. Akan ada penemuan berharga yang kau dapat jika kau bisa lewati jalan yang terjal juga curam itu.
Batin yang teduh dan begitu lapang
Sayang, kau mulai belajar banyak hal. Waktu berubah, zaman berubah, dan kau satu persatu memahami juga mencoba mengerti.
Kau sering risau. Berjalanlah dengan penuh ketenangan, kau patut percaya pada dirimu sendiri. Jangan menangis lagi.
Ada adik-adik yang butuh kau suapi, dan kau jangan risau sebab jalan belajar terbuka sepanjang jalan. Cintamu masih begitu banyak dan perlu kau berikan pada orang-orang terkasih di sekitar.
Ingatkah kau yang kerap menangis di pelukanku, sayang?
Kita yang hidup di goa adalah orang-orang keras kepala. Ingatkah kau berapa kali menangis di pelukku? Sayang, kau mulai belajar dengan perempuan dan pergerakan, perkembangan pola pikir perempuan.
Ah, kau yang selalu benci dengan kepengkuan-kepengkuan. Peluk lebih erat lagi, saudarimu tunggal itu. Padanya sering diam-diam resah.
Di angka 14, anak-anak mulai lahir dan belajar di rumah yang sepetak, sempit namun penuh cinta itu. Tak kuurai satu persatu, anak-anak mulai tumbuh, belajar berbicara, membaca, dan mendewasakan pikirnya. Ada emosi yang sulit dibendung, kasih sayang yang mulai tumbuh.
Sayang, pulanglah lebih sering ke rumah, yang selalu rindu celoteh-celoteh dan candaan receh.
Berapa banyak buku yang sudah dibaca? Kau temukan jalan dimana?
Seperti puisi Abdul Hadi, Tuhan kita Begitu dekat. Ia mendengar dan kau bisa mengajakNya bercengkrama.
Kalian mulai tumbuh, apa yang patut dipegang teguh selain satu kata yang dipercaya melahirkan doa-doa? Keluarga.
Baik, satu buku mulai ditutup. Kita akan membuka buku-buku lain, yang membawa kita menuju lebih banyak perjalanan dan kesempatan yang tidak terduga. Cinta yang terus tumbuh, usia yang jauh, resah yang dari jauh terdengar sauh.
Sayang, rumah goa adalah tempat tinggal lebih lama. Begitu banyak peradaban luar yang indah, menyenangkan, dan begitu nyaman. Tapi mengapa kita lebih memilih berdiam diri di dalamnya?
Seperti yang kita percaya, di sana adalah tempat doa-doa ditabur, jangan laknati perkara, sebab ia akan jadi nyata setelahnya.
Jalan kita masih panjang, dan kita harus tetap membaca berbagai hal dan menafsirkan.
Kepada tetua,
Aku masuk di rumah goa, sebagai anak yang mulanya disuapi. Doa-doa selalu lahir, pembelajaran, dan teguran-teguran. Ada banyak hal yang membuat kita saling melukai.
Belenggu masalah, perdebatan, dan perselisihan.
Tapi, bukankah bahagia itu tercipta ketika hati saling terbuka dan menerima? Aku pernah jatuh sebab kepengkuan-kepengkuan. Kemudian kuakhiri kuulangi lagi kisah di jalanku sendiri.
Mama kecil yang tak pernah lelah membicarakan segala hal
Kita pernah bercerita banyak hal, lalu tetiba waktu jadi terkutuk. Siapa yang pengku dan keras kepala? Mungkin begitu batinmu.
Aku selalu rindu, berkisah tentang hal receh sampai rumit sekalipun. Dengan siapa kutangisi lagi duka-duka yang pernah ada? Kulihat matamu beberapa kali diam-diam menangis.
Jika kita bicarakan perihal penyesalan, siapa yang tahu jika semua berakhir jadi seperti ini?
Lalu, aku melepas jalan, menebas belenggu dan kucari lagi jalanku sendiri. Lalu apakah kita akan tetap jadi seperti dulu? Kita ungkapkan banyak hal tanpa sekat.
Maaf. Aku pernah jadi seorang yang membungkam mata telinga dan menyakiti sesama.
Mama besar yang dengannya aku belajar kesabaran, kejelian, dan kedalaman berpikir
Aku suka memelukmu, hangat dan obrolan teduh.
Jika anak perlahan jadi besar lalu membangkang, maka maaf adalah ungkap yang memudahkan jalan.
Aku selalu dipenuhi masalah-masalah yang tidak habis. Dan kau memberi pengertian begitu dalam dan sederhana. Setiap celah kau selalu jeli melihat dan menarasikan segala hal dengan jauh dan matang.
Aku tak tahu pasti bagaimana perihal kerisauanmu. Bagaimana manusia dan cinta disekat oleh agama.
Aku hanya berdoa, ditabahkanlah hati, dan menemukan rumah tepat yang membawa kisah-kisah menjadi lebih penuh makna dan warna.
Mama kecil, yang memberi petuah dan suka berjalan-jalan ketika bosan
Kau sedikit cerewet, tapi kupikir itu adalah ciri perempuan. Yang membawaku pergi ke pelabuhan, menyusuri jalan, memesan segelas minuman dan berbincang banyak hal. Ah, hidup ini begitu rumit, manusia dipaksa melakukan dan menerima. Kau yang tangguh, menyusuri jalanan panas kota. Karenamu aku lebih percaya, perempuan jadi lebih cantik karena keberanian dan kecerdasannya.
Yang diam dengan ketenangan dan memendam marahnya sendiri.
Apakah jadi sifat umum lelaki yang memendam lukanya?
Kutahu, kau jadi lebih teduh. Menyukai hal-hal sepele yang membahagiakan.
Di tahun ini, ada kemarahan yang tak bisa kau redam. Ketika aku berlari menuju hutan, kau paksa lagi aku kembali. Ya, orang lebih tua seringkali memiliki niat baik bagi mereka yang disayangi.
Yang senantiasa membawa keriangan, kedamaian dan enggan atas keributan
Senyummu selalu tersungging lembut, matamu teduh, dan ucapmu membuat risau luruh.
Humor-humor yang sedikit satire. Ah, aku selalu mengingatmu, tiap kali melihat gunung. Tanah yang lebih tinggi itu, mengajarkan banyak hal. Kemengertian atas orang-orang dan diri yang butuh pengendalian. Kau berhak mengambil bahagia, tanpa mengkhawatirkan bagaimana orang lain mengambil jalan bahagianya.
Satu hal, kau seringkali mengabaikan mengorbankan bahagiamu demi orang-orang sekitar yang sepenuhnya kau sayangi dan kau simpan dalam batinmu itu.
Dua Perempuan tangguh
Kau yang gemar membaca melankolia, petuah cinta, dan lagu-lagu kenangan
Sudah kau tulis berapa puisi sepanjang tahun ini?
Rindumu selalu abadi dan lahir dalam puisi-puisi. Yang senantiasa membuka ruang membantu berbagi kisah sakit orang-orang.
Dik, jangan lena dalam dongeng-dongeng, nyatanya memang realita kadang menjatuhkan, namun ia menjadikanmu lebih kuat, tangguh. Jalan kita sulit, akan jadi seorang hebat ketika mau menebas dan tumbuh bergegas.
Lagu-lagu anak sering kau dendangkan
Kau merasa begitu banyak berubah? Atau jalan yang terpaksa kau terjang lagi?
Dik, manusia punya banyak celah. Dan sadar jadi perkara sulit jika kau enggan membuka mata.
Kukisahkan banyak hal padamu, mengapa?
Agar kau tak terperosok dalam kebahagiaan yang seringkali melenakan kemudian jadi menyakitkan.
Kubagikan dukaku padamu. Bukankah kau yang menyuruhku untuk berhenti di jalan yang menyakitkan?
Kembalilah, pada rumah yang membawa ketenangan dan doa-doa yang bertabur di bawah atap kesederhanaan.
Sebentar, masih perlu kukisahkan lagi? Tentang anak-anak yang mulai tumbuh di usia empat.
Tubuh yang senantiasa disinari matahari
Jangan lagi kau memaksa pergi, terlalu menuruti emosi itu tidak baik. Kutahu, ada banyak persengketaan batin kau mencoba memaksa diam dan pendam. Tapi itu tidak menyelesaikan dan akan menyakitkan.
Masihkah kau bergantung pada keengganan atau tidak ketika bertindak?
Kau lebih bagus ketika bersih, dan senyummu jadi menawan ketika tidak lagi kau pendam perasan-perasaan.
Kau berada pada fase dimana perasaan segala hal lahir dengan begitu menggebu. Cobalah kau kontrol kembali. Akan ada penemuan berharga yang kau dapat jika kau bisa lewati jalan yang terjal juga curam itu.
Batin yang teduh dan begitu lapang
Sayang, kau mulai belajar banyak hal. Waktu berubah, zaman berubah, dan kau satu persatu memahami juga mencoba mengerti.
Kau sering risau. Berjalanlah dengan penuh ketenangan, kau patut percaya pada dirimu sendiri. Jangan menangis lagi.
Ada adik-adik yang butuh kau suapi, dan kau jangan risau sebab jalan belajar terbuka sepanjang jalan. Cintamu masih begitu banyak dan perlu kau berikan pada orang-orang terkasih di sekitar.
Ingatkah kau yang kerap menangis di pelukanku, sayang?
Kita yang hidup di goa adalah orang-orang keras kepala. Ingatkah kau berapa kali menangis di pelukku? Sayang, kau mulai belajar dengan perempuan dan pergerakan, perkembangan pola pikir perempuan.
Ah, kau yang selalu benci dengan kepengkuan-kepengkuan. Peluk lebih erat lagi, saudarimu tunggal itu. Padanya sering diam-diam resah.
Di angka 14, anak-anak mulai lahir dan belajar di rumah yang sepetak, sempit namun penuh cinta itu. Tak kuurai satu persatu, anak-anak mulai tumbuh, belajar berbicara, membaca, dan mendewasakan pikirnya. Ada emosi yang sulit dibendung, kasih sayang yang mulai tumbuh.
Sayang, pulanglah lebih sering ke rumah, yang selalu rindu celoteh-celoteh dan candaan receh.
Berapa banyak buku yang sudah dibaca? Kau temukan jalan dimana?
Seperti puisi Abdul Hadi, Tuhan kita Begitu dekat. Ia mendengar dan kau bisa mengajakNya bercengkrama.
Kalian mulai tumbuh, apa yang patut dipegang teguh selain satu kata yang dipercaya melahirkan doa-doa? Keluarga.
Baik, satu buku mulai ditutup. Kita akan membuka buku-buku lain, yang membawa kita menuju lebih banyak perjalanan dan kesempatan yang tidak terduga. Cinta yang terus tumbuh, usia yang jauh, resah yang dari jauh terdengar sauh.
Sayang, rumah goa adalah tempat tinggal lebih lama. Begitu banyak peradaban luar yang indah, menyenangkan, dan begitu nyaman. Tapi mengapa kita lebih memilih berdiam diri di dalamnya?
Seperti yang kita percaya, di sana adalah tempat doa-doa ditabur, jangan laknati perkara, sebab ia akan jadi nyata setelahnya.
Jalan kita masih panjang, dan kita harus tetap membaca berbagai hal dan menafsirkan.

Komentar
Posting Komentar